Perkembangan Istilah “Ilmu Falak” di Indonesia
Oleh:
Dr. Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, MA
(Kepala Observatorium Ilmu Falak Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara)
Terkait studi tentang benda-benda langit, setidaknya ada dua istilah yang berkembang dan populer di Indonesia yaitu “ilmu falak” dan “ilmu astronomi” atau disebut “astronomi” saja. Secara genealogis-historis, dua istilah ini sejatinya bermakna dan berfungsi sama, namun dalam perkembangannya (di Indonesia) dua istilah ini berbeda dan atau dibedakan.
Dalam khazanah Islam klasik (turats), ilmu falak sering disebut juga dengan ilmu hai’ah yaitu ilmu yang mengkaji posisi geometris benda-benda langit guna menentukan penjadwalan waktu dan posisi benda-benda langit dari muka bumi. Hai’ah berarti ‘keadaan’, maksudnya keadaan dan posisi benda-benda langit. Istilah ini murni berasal dari peradaban Islam sebagai hasil inovasi para ilmuwan Muslim terhadap pengkajian benda-benda langit. Sedangkan “falak” berasal dari bahasa Arab yang bermakna ‘orbit’ atau ‘edar’ benda-benda langit, dimana kata ini antara lain disitir dalam QS Yasin [36] ayat 40. Menurut Nillino, kata falak ini sesungguhnya bukan asli berasal dari bahasa Arab, namun teradopsi dari akar kata bahasa Babilonia yaitu ‘pulukku’.
Ilmu hai’ah seperti dikemukakan al-Mas’udi (w. 346/957) merupakan padanan istilah astronomi (Arab: al-ashthrunumiya). Astronomi sendiri berasal dan berakar dari bahasa Yunani yaitu ‘astro’ dan ‘nomia’. Astro berarti bintang dan nomia berarti ilmu. Istilah ini secara khusus merujuk pada satu disiplin ilmu yang mengkaji benda-benda langit. Istilah astronomi antara lain disitir al-Khawarizmi (w. 387/997) dalam “Mafatih al-‘Ulum” (Kunci-Kunci Ilmu).
Di peradaban Islam, selain ilmu hai’ah dan ilmu falak, sejatinya masih ada istilah-istilah lain yang juga digunakan, antara lain ilmu nujum atau at-tanjim, ahkam an-nujum, al-asthrunumiya, ‘ilm al-miqat, ‘ilm al-anwa’, dan lain-lain. Namun dari sejumlah istilah-istilah ini, istilah ilmu hai’ah lebih populer dan lebih banyak digunakan dibanding istilah ilmu falak dan istilah-istilah lainnya. Namun di era modern, istilah ilmu falak justru lebih populer digunakan, sedangkan ilmu hai’ah dan istilah-istilah lainnya nyaris tidak digunakan lagi.
Dalam literatur kesarjanaan Barat, terdapat istilah islamic astronomy (astronomi Islam). Istilah ini merujuk pada tradisi dan khazanah Islam klasik bernama ilmu falak atau ilmu hai’ah di peradaban Islam. Ilmu falak atau ilmu hai’ah atau islamic astronomy (ketiganya terkadang disebut ‘astronomi’ saja) sampai di peradaban Islam setidaknya atas jasa tiga peradaban yaitu peradaban India, Persia dan Yunani. Pengetahuan astronomi yang diwariskan tiga peradaban ini bersifat teoretik dan sangat mistis-astrologis. Di peradaban Islam, astronomi dikembangkan menjadi lebih sistematik, kritis dan terapan. Hal ini antara lain ditandai dengan modifikasi dan konstruksi alat-alat astronomi sehingga menjadi lebih akurat dan digunakan untuk kepentingan ibadah maupun kepentingan sehari-hari. Dalam batas dan pengertian yang terakhir ini, penggunaan kata ‘Islam’ pada ‘astronomi Islam’ di era modern menjadi identik untuk membedakannya dengan astronomi pra Islam yang teoretik-astrologis. Literatur-literatur berbahasa asing (baca: Inggris) pada umumnya menyebut istilah dalam pengertian ini dengan ‘islamic astronomy’, yang padanannya dalam bahasa Arab disebut ‘ilm al-hai’ah atau ‘ilm al-falak. Sementara astronomi yang menitikberatkan pada kajian-kajian kontemporer dengan penemuan-penemuan terkininya, untuk yang terakhir ini literatur-literatur kontemporer menyebutnya dengan ‘astronomy’, tanpa penambahan kata ‘Islam’ atau kata lainnya.
Di Indonesia istilah ‘ilmu falak’ lebih populer dan lebih sering digunakan dibanding ‘astronomi Islam’. Hal yang rancu, terkadang istilah ini (baca: ilmu falak) disejajarkan dengan istilah ‘hisab’ atau ilmu hisab’ yang difahami sebagai ilmu yang mengkaji tentang perhitungan waktu-waktu ibadah seperti awal bulan, arah kiblat, waktu salat, dan lainnya. Padahal istilah ini (baca: hisab, ilmu hisab) secara literal bermakna ‘aritmetika’, yaitu ilmu tentang angka dan bilangan (penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian) yang digunakan untuk kepentingan tertentu. Meski tak sepenuhnya keliru, namun hemat penulis, penggunaan istilah ini sebenarnya tidak tepat. Ilmu terkait yang mengkaji perhitungan waktu-waktu berbagai momen ibadah dalam Islam ini sesungguhnya adalah ilmu mikat (‘ilm al-miqat) yaitu satu cabang disiplin astronomi mapan yang berkembang dan populer di peradaban Islam yang secara khusus mengkaji gerak benda-benda langit untuk kepentingan penentuan waktu-waktu ibadah. Wallahu a’lam.