Uncategorized

Mengapa Muhammadiyah (Sering) Berbeda?

Pada 13 September lalu, Mahkamah Agung Arab Saudi (al-Mahkamah al-Ulya) telah mengumumkan hasil rukyat wilayah Saudi. Mempertimbangkan ketiadaan laporan kemunculan bulan sabit (hilal), Mahkamah Agung menetapkan bahwa tanggal 1 Dzulhijjah 1436 jatuh pada hari Selasa, 15 September 2014.

Dengan demikian hari wukuf Arafah (9 Dzulhijjah) jatuh pada Rabu 23 September serta Idul Adha hari Kamis, 24 September 2015.

Ketetapan ini cukup mengejutkan karena Kalender Ummul Qura sendiri mencantumkan tanggal 1 Dzulhijjah pada 14 September, sedang Idul Adha akan bertepatan dengan tanggal 23 September.

“Ketetapan ini cukup mengejutkan karena Kalender Ummul Qura sendiri mencantumkan tanggal 1 Dzulhijjah pada 14 September”

Kabar baiknya, tahun ini sidang Itsbat Kemenag RI sejalan dengan keputusan Mahkamah Agung Arab Saudi. Pada 2014 lalu, Kemenag RI memutuskan hal yang berbeda hingga muncul pertanyaan di masyarakat; akankah ikut pemerintah RI atau Arab Saudi dalam berhari raya?

Muhammadiyah dengan metode hisab wujudul hilalnya senantiasa “terdepan” dalam penentuan hari Raya. Melalui maklumatnya, Muhammadiyah sejak jauh hari (sebelum Ramadhan) telah menetapkan tanggal 1 Dzulhijjah jatuh pada hari Senin, 14 September, hari arofah (9 Dzhulhijjah) jatuh pada hari Selasa tanggal 22 September 2015 dan Idul Adha jatuh pada hari Rabu 23 September 2015.

Menurut perhitungan Muhammadiyah, Ijtimak jelang Zulhijah 1436 H terjadi pada hari Ahad Kliwon, 13 September 2015 M pukul 13:43:35 WlB. Tinggi Bulan pada saat terbenam Matahari di Yogyakarta (-07° 48′ LS dan 110° 21′ BT) = +0° 25′ 52” (hilal sudah wujud).

Teknis Penentuan Bulan Baru Hijriyah

Penentuan bulan baru pada kalender Qamariyah (lunar calendar) didasarkan pada munculnya bulan sabit (hilal). Di Indonesia, terdapat dua mainstream metode penentuan awal bulan yang dianut oleh dua ormas Islam terbesar.

Muhammadiyah menggunakan metode hisab hakiki wujudul hilal (perhitungan matematis berdasar posisi geometris benda langit). Kedua, metode rukyatul hilal (pengamatan visibilitas hilal secara langsung dengan kasat mata). Metode ini dipakai oleh kaum Nahdhiyin, begitu pula pemerintah Saudi.

Tanggal 29 bulan Hijriyah dijadikan patokan dalam mengamati bulan. Saat itulah terjadi ijtimak (konjungsi), yakni posisi ketika matahari, bumi, dan bulan dalam satu garis lurus pada posisi bulan 0 derajat sebagai tanda akhir bulan.

“Saat itulah terjadi ijtimak (konjungsi), yakni posisi ketika matahari, bumi, dan bulan dalam satu garis lurus pada posisi bulan 0 derajat sebagai tanda akhir bulan”

Jumlah hari pada bulan Qamariyah hanya 29 atau 30 hari. Berarti, kemungkinan yang terjadi hanya dua: bulan teramati (Dzulqaidah) digenapkan menjadi 30 hari (terutama jika hilal tidak terlihat), atau petang itu telah masuk ke bulan baru (Dzulhijjah) jika hilal terlihat.

Ijtimak terjadi saat siang hingga sore hari sebelum matahari terbenam. Pada 13 September 2015 lalu, ijtimak terjadi pada pukul 13.41 WIB (www.bmkg.go.id) sehingga saat maghrib tiba—sebagai tanda pergantian hari/bulan pada bulan Qamariah—posisi bulan telah bergerak melewati angka 0 derajat.

Jika ketinggian hilal lebih dari dua derajat, pelaksanaan rukyat kemungkinan besar akan mengkonfirmasi terlihatnya hilal. Berarti awal bulan baru telah masuk malam itu.

Namun benturan dua metode ini tak terhindarkan ketika ketinggian hilal kurang dari dua derajat. Dalam kondisi ini, kemungkinan besar hilal tidak dapat dilihat secara rukyat, namun secara metode hisab hilal sudah di atas cakrawala yakni melewati 0 derajat hingga layak ditetapkan sebagai bulan baru.

Dan inilah yang dianut muhammadiyah, berapapun derajatnya, ketika hilal sudah di atas 0 derajat, maka layak dijadikan bulan baru. (lihat: Merajut Padu Dua Bulan Baru).

“Dan inilah yang dianut muhammadiyah, berapapun derajatnya, ketika hilal sudah di atas 0 derajat, maka layak dijadikan bulan baru”

Pada kasus penentuan 1 Dzulhijjah 1436 H baru-baru ini, para saksi Depag yang mengamati di 33 provinsi tidak mengkonfirmasi terlihatnya hilal di Indonesia.

Dengan mempertimbangkan tidak terlihatnya hilal, sidang Itsbat menetapkan bahwa bulan Dzulqaidah digenapkan menjadi 30 hari.

Dengan begitu, 9 Dzulhijjah jatuh pada Rabu 23 September, dan Idul Adha ditetapkan pada Kamis 24 September 2015.

Mengapa Muhammadiyah Berbeda?

Dalam sejarahnya, akan mustahil jika NU mendahului Muhammadiyah dalam penetapan awal bulan Hijriyah. Mengapa? Karena tidak mungkin 2 mendahului 1 atau 0.

“Dalam sejarahnya, akan mustahil jika NU mendahului Muhammadiyah dalam penetapan awal bulan Hijriyah”

Maksudnya, Muhammadiyah yang berpedoman bahwa bulan baru (sudah masuk) jika hilal sudah di atas nol derajat (berapapun itu), tidak mungkin didahului oleh NU (sebagai pemangku Kemenag) yang mempedomani masuknya bulan baru setelah 2 derajat (sebagai syarat visibilitas hilal secara kasat mata).

Ibarat system pendeteksi gol dalam sepak bola, Muhammadiyah menggunakan teknologi garis gawang (goal-line technology/GLT). Teknologi ini memberikan sebuah indikasi yang jelas mengenai apakah bola telah sepenuhnya melewati garis gawang atau tidak.

Meski hanya 0,1 cm bola melewati garis gawang, teknologi akan mencatat bahwa telah terjadi goal. Sedang pandangan mata sang wasit tentulah terbatas,   seringkali terhalang badan para pemain hingga menimbulkan kontroversi.

Setidaknya ada tiga alasan yang dikemukakan Muhammadiyah atas perbedaan penentuan awal Dzulhijjah ini.

Pertama, berdasar hadits Nabi SAW:

ﺻِﻴَﺎﻡُ ﻳَﻮْﻡِ ﻋَﺮَﻓَﺔَ ﺃَﺣْﺘَﺴِﺐُ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻠﻪِ ﺃَﻥْ ﻳُﻜَﻔِّﺮَ ﺍﻟﺴَّﻨَﺔَ ﺍﻟَّﺘِﻲ ﻗَﺒْﻠَﻪُ ﻭَﺍﻟﺴَّﻨَﺔَ ﺍﻟَّﺘِﻲ ﺑَﻌْﺪَﻩُ

Puasa hari Arofah aku berharap kepada Allah agar penebus (dosa) setahun sebelumnya dan setahun sesudahnya” (H.R. Muslim No. 197)

Bagi Muhammadiyah makna kalimat ﺻِﻴَﺎﻡُ ﻳَﻮْﻡِ ﻋَﺮَﻓَﺔَ (puasa hari Arofah) artinya puasa yang dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah sesuai dengan kalender bulan Dzulhijjah pada masing-masing wilayah.

Berbeda dengan pendapat lainnya yang menyatakan bahwa puasa Arafah adalah puasa yang dilaksanakan bersamaan dengan wukufnya para jama’ah haji di padang Arafah.

Kedua, Rasulullah SAW telah menamakan puasa Arafah meskipun kaum muslimin belum melaksanakan ibadah haji, bahkan para sahabat telah mengenal puasa Arafah yang jatuh pada 9 Dzulhijjah meskipun kaum muslimin belum melaksanakan wukuf.

Lebih lanjut, jika seandainya terjadi peperangan atau bencana di wilayah Saudi, bukan berarti puasa Arafah tidak bisa dikerjakan karena tidak ada jama’ah yang wukuf di padang Arafah.

Ketiga, pandangan puasa Arafah harus sesuai waktu pelaksanaan wukuf di padang Arafah (Arab Saudi) adalah hampir mustahil bagi umat Islam sebelum abad 20. Waktu itu, teknologi komunikasi belum ditemukan.

“Puasa Arafah harus sesuai waktu pelaksanaan wukuf di padang Arafah (Arab Saudi) adalah hampir mustahil bagi umat Islam sebelum abad 20. Waktu itu, teknologi komunikasi belum ditemukan”

Mengabari waktu tepatnya wukuf pada negeri-negeri yang jauh dari Makkah seperti Indonesia akan memakan waktu perjalanan hingga berbulan-bulan di kapal.

Lantas apakah ribuan tahun sebelum ditemukannya alat komunikasi itu praktik umat Islam salah jika berpatokan pada tanggal 9 Dzulhijjah hasil hitungan negerinya?

Kritik Muhammadiyah Atas Ketidakpastian Metode Rukyat

Memang naif ketika bangsa Barat telah puluhan tahun lalu menginjakkan kaki di bulan, umat Islam di Indonesia kini masih meributkan soal penampakan bulan baru. Begitu kira-kira suara sebagian masyarakat.

Muhammadiyah sendiri tentu punya alasan mengapa lebih memilih metode hisab. Penentuan bulan baru dengan rukyat dianggap sudah tidak relevan saat teknologi satelit dan ilmu astronomi berkembang pesat.

“Penentuan bulan baru dengan rukyat dianggap sudah tidak relevan saat teknologi satelit dan ilmu astronomi berkembang pesat”

Bagaimanapun, rukyat tidak dapat memberikan suatu penandaan waktu yang pasti dan komprehensif. Konsekuensinya, umat islam tidak bisa menata waktu pelaksanaan ibadah secara selaras di seluruh dunia. (lihat:Penjelasan Teknis Hisab Muhammadiyah).

Bagaimanapun Rukyat tidak dapat memastikan penanggalan jauh ke depan karena awal bulan hanya bisa diketahui pada H-1 melalui pengamatan langsung. Konsekuensinya umat Islam tidak akan punya kalender yang pasti.

Meski umat Islam banyak mengacu pada Kalender Ummul Qura yang juga secara resmi digunakan Saudi, namun dalam penentuan bulan-bulan ibadah masih menggunakan Rukyat sebagai acuan.

Akibatnya, rukyat tidak dapat menyatukan awal bulan Islam secara global. Seperti kasus tahun 2014 lalu, pada hari yang sama ada muka bumi yang dapat melihat hilal (Saudi), tetapi ada muka bumi lain yang tidak dapat melihat (Indonesia). Rukyat pada akhirnya justru memaksakan perbedaan umat Islam dalam menentukan hari raya.

“Akibatnya, rukyat tidak dapat menyatukan awal bulan Islam secara global”

Muhamamdiyah percaya, solusi problematika penetapan bulan Qamariah di kalangan umat Islam tidak mungkin dilakukan kecuali berdasarkan penerimaan terhadap metode hisab dalam penetapan awal bulan Qamariah, sebagaimana penggunaan metode hisab untuk menentukan waktu-waktu shalat lima waktu.

Dengan metode hisab inilah Muhammadiyah menyatakan dapat menentukan hari raya untuk 100 tahun ke depan sebagaimana yang selama ini dapat dilakukan pada kalender Masehi (Gregorian calendar).

Sikap Muhammadiyah Ketika Beda Penetapan

Saat ketetapan Muhammadiyah berbeda dengan pemerintah Saudi terkait penetapan hari Arofah dan Idul Adha, Pimpinan Muhammadiyah memberi arahan pada jamaahnya untuk tetap berpuasa Arafah sesuai yang telah ditetapkan Muhammadiyah (22 September 2015).

Namun, penyembelihan hewan kurban dilaksanakan tanggal 11 Dzulhijjah (24 September 2015) menurut perhitungan Muhammadiyah.

Hal itu sesuai arahan Ketua PP Muhammadiyah yang membidangi Tarjih, Prof.Dr.Yunahar Ilyas. Lebih lanjut ia menyatakan:

Kita tetap konsisten dengan hasil hisab Tarjih. Puasa Arafah tanggal 9 Zulhijjah (22 September 2015 ), Shalat ‘Ied 10 Zulhijjah (23 September 2015). Karena tidak libur resmi, menyembelihnya bisa 11 Zulhijjah, karena waktu penyembelihan sampai dengan tanggal 13 Zulhijjah.” (Sangpencerah.com)

Sedangkan untuk sholat Idul Adha, Pimpinan Muhammadiyah mengarahkan agar dilaksanakan sesuai Putusan Tarjih PP Muhammadiyah yakni hari Rabu, 23 September 2015.

Related Articles

Back to top button