BeritaEtalase

Mengenal Teori Common Link Juynboll

Mengenal Teori Common Link Juynboll
oleh
Rizal Firmansyah Putra Moka*

Dalam perkembangan studi hadis, banyak hal yang dapat digali sebagai upaya memahami seutuhnya ajaran agama Islam. Hal itu dapat dilakukan dengan berbagai cara dan perspekstif yang berbeda. Tidak heran kemudian bila banyak diskusi bahkan perdebatan panjang antar pemikiran baik dari internal umat Islam sendiri maupun dari luar umat Islam. 

Namun, menarik apabila kita memperhatikan kajian yang dilakukan oleh kalangan di luar Islam sebab memiliki perspektif yang berbeda. Hal ini dapat berguna sebagai kritik eksternal untuk menyeimbangkan doktrin keagamaa yang kadang-kadang diaminkan begitu saja.

Meski demikian, kita juga dituntut harus tetap kritis dalam membaca berbagai pemikiran tersebut mengingat adakalanya pemikir dari luar Islam bersikap obyektif dengan mengedepankan pendekatan ilmiah, tetapi ada pula yang cenderung subyektif dan memiliki misi terselubung. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Edward Said  bahwa selain memiliki motif akademis dan epistimologis, terdapat pula muatan politis sebagai points of departure (titik keberangkatan).

Namun pada ulasan kali ini, penulis tidak akan menampilkan gagasan-gagasan “ekstrim” sebagaimana pada tulisan sebelumnya yang direpresentasikan melalui tokoh seperti Joseph scahct, Ignaz Goldziher, Michael Cook (mewakili orientalis) atau bahkan Kassim Ahmad (dari kalangan Islam) yang secara terang-terangan menolak keautentikan hadis.

Tokoh yang dianggap sedikit kompromi dalam kajian hadis adalah Juynboll dan Harald Motzki. Akan tetapi, keduanya masih memiliki sisi perbedaan pada kesimpulan. Juynboll meskipun memiliki teori yang sedikit longgar dalam seleksi keautentikan hadis, ia masih menyimpan sisi keraguan pada hadis terutama pada common link.

Sementara Motzki memiliki pandangan yang sedikit berbeda dengan Juynboll dalam melihat common link. Motzki bahkan secara tegas melakukan kritik atas Juynboll serta Schacht dan Goldziher. Tidak heran kemudian bila Motzki diklasifikasikan sebagai orientalis middle ground dalam diskursus hadis. Baiklah, mula-mula kita akan berkenalan dengan Juynboll, tokoh yang mengembangkan teori common link dalam wacana studi hadis orientalis.

Gautier H.A. Juynboll

Juynboll, seorang ilmuan kelahiran  Belanda (1935) ini  memiliki nama lengkap Gautier H.A. Juynboll. kata Juynboll sendiri merujuk pada sebuah nama  bangsawan Belanda sejak tahun 1962. Uniknya kata Juynboll juga merupakan nama marga yang telah banyak berperan dan memberikan kontribusi pada studi ketimuran.

Beberapa di antaranya adalah A.W. Th. Juynboll (1833-1887), Th. W.J. Juynboll (1802-1861), Th. W. Juynboll (1866-1948), dan Ms. W.M.C. Juynboll (1898-1982). Juynboll terlahir dari keluarga akademis, ayahnya W.R. Juynboll (1903-1977) adalah seorang sejarawan dan ibunya M.S. van Yaselsteyn (1900-1977) adalah seorang penulis novel dan pemain teater. Kakeknya bernama H.H. Juynboll (1867-1945) merupakan direktur The National Museum of Ethnography dan seorang ahli di bidang kebudayaan Indonesia (specialist of Indonesian cultures).

Ketertarikannya dalam kajian hadis bermula sejak ia menjadi mahasiswa S-1, tepatnya ketika ia terlibat dalam proses editing kamus hadis berjudul Concordance et Indices se la Tradition Musulmane.

Juynboll kemudian mendapat kesempatan di tahun 1965 hingga 1966 melakukan penelitian disertasi berkenaan dengan pandangan teolog Mesir terhadap literatur hadis. Penelitian tersebut mendapatkan bantuan dana dari The Netherlands Organization for the Advancement of Pure Research.  Selama kurang lebih empat puluh tahun Juynboll tekun dalam kajian hadis terutama mengenai sejarah awal kemunculannya.

Beberapa kajiannya yang telah dituangkan dalam bentuk tulisan seperti Studies on the First Century of Islamic Society (Carbondale and Edwardsville: Southern Illinois University Press. 1982), Studies on the Origins and Uses of Islamic Hadith (Brookfield VT USA: Ashgate, 1996), Muslim Tradition: Studies in Chronology. Provenance and Authorship of Early Hadith (Cambridge: Cambridge University Press, 1985), dan The Authenticity of the Tradition Literature Discussion in Modern Egypt (Leiden. E.J. Brill, 1969).

Teori Common Link

Pada dasarnya teori common link diakui oleh Juynboll sebagai kelanjutan dari pemikiran Schacht. Berangkat dari teori Schacht sebelumnya yang dianggap belum memadai dalam menangkap fenomena yang berkembang dalam studi hadis, Juynboll kemudian memberanikan diri untuk menyempurnakan teori tersebut dengan nama common link.

Common link sendiri merupakan istilah untuk periwayat hadis yang mendengar suatu hadis dari seseorang yang otoritatif lalu ia menyandarkannya kepada sejumlah murid yang pada gilirannya kebanyakan dari mereka menyiarkan lagi kepada dua atau lebih muridnya. Common link biasanya terdapat pada periwayat dari kalangan tabi’in atau tabi’ al-tabi’in.

Teori ini berangkat dari asumsi dasar bahwa semakin banyak garis periwayatan yang bertemu atau meninggalkan periwayat tertentu, maka semakin besar periwayatan itu memiliki klaim kesejarahan atau dapat dibenarkan dari sisi historis. Dalam salah satu tulisannya berjudul  Early Islamic Society as Reflected in its Use Of Isnads Juynboll mengatakan “The more transmission lines come together in one transmitter, either reaching him or going away from him, the more this transmitter and his transmission have a claim to historicity

Dengan begitu, suatu hadis dapat diterima sebagai satu teks yang autentik. Menurut Juynboll, idealnya satu hadis harus memiliki sanad yang berkembang sejak masa Nabi, kemudian memancar kepada sejumlah sahabat, tabi’in, sampai ke generasi berikutnya. Namun fakta yang ditemukan oleh Juynboll tidak banyak hadis memiliki model seperti kriteria di atas.

Sanad hadis baru mulai bercabang ketika sampai kepada generasi kedua atau ketiga setelah Nabi. Juynboll menaruh curiga terhadap common link merekayasa suatu hadis untuk kemudian ditransmisikan kepada generasi berikutnya. Olehnya, Juynboll kerap tidak percaya dengan hadis yang memiliki jalur sanad tunggal yang ia sebut sebagai spider (hadis ahad garib). Juynboll juga tidak meyakini hadis dengan Jalur sanad tunggal sebelum common link yang disebut dengan single strand. Hadis baru akan diyakini oleh Juynboll bila mana terdapat minimal dua periwayat dalam setiap tabaqah.

Pandangan Harald Motzki

Motzki memiliki pandangan yang berbeda dengan orientalis pada umumnya. Hal ini dapat dilihat melalui karya monumentalnya berjudul The Origin of Islamic Jurisprudence: Meccan Fikih before the Classical Schools. Karya ini dinilai berhasil mematahkan teori Ignaz Goldziher dan Joseph Schacht.

Motzki juga tidak sependapat dengan teori common link yang dikemukakan oleh Juynboll. Menurutnya common link adalah penghimpun hadis dalam kelas-kelas murid regular. Common link juga lah yang berperan penting dalam  mengembangkan pembelajaran hadis, dan bukannya seorang yang patut dicurigai sebagi pemalsu hadis sebagaimana yang dituduhkan oleh Juynboll.

Tampaknya pandangan Juynboll maupun Motzki memiliki kemungkinan yang sama-sama bisa terjadi. Namun sebagai solusi untuk mempertemukan kedua pandangan tersebut, satu statement Motzki ini patut untuk dipertimbangkan.

Motzki menyebut bahwa kita perlu membalikkan tesis via negativa menjadi via positiva. Yakni bila dalam tesis via negative dikatakan “Semua hadis dianggap tidak autentik hingga terbukti keautentikannya”. Maka harus dibalik menjadi “Semua hadis harus dianggap autentik kecuali jika terbukti ketidakautentikannya”. Statement ini cukup kuat dan layak digunakan oleh para pengkaji hadis tanpa meninggalkan filter kritis sebagai perangkat akademis.

 

*Penulis adalah Mahasiswa Ilmu Hadis Universitas Ahmad Dahlan dan juga aktif di Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Bantul (Anggota Bidang Hikmah).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button