Astronomi Menurut Ikhwān ash-Shafā (Abad 4 H/10 M)
Dr. Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, MA
Kepala Observatorium Ilmu Falak UMSU
Dalam kepustakaan Islam, “Ikhwān ash-Shafā” dikenal sebagai perkumpulan (pergerakan) keilmuan rahasia yang terdiri dari para filsuf dan saintis. Perkumpulan ini muncul pada abad 4/10. Basrah yang kala itu merupakan pusat kekuasaan Abbasiyah menjadi teritorial lahir dan berkembangnya pergerakan ini. Dalam sumber Arab kontemporer, perkumpulan ini disebut juga dengan “Jam’iyyah Falsafiyyah” (Asosiasi Kefilsafatan).
Para filsuf dan saintis yang tergabung dalam perkumpulan ini tidak diketahui secara persis, mereka menamakan timnya dengan “Ikhwān ash-Shafā” (persaudaraan suci). Beberapa tokoh yang disinyalir tergabung dalam perkumpulan ini adalah Muhammad bin Ma’shar al-Busti al-Maqdisi, Ali bin Harun az-Zanji, Muhammad al-Mihrajani al-‘Aufi, dan Zaid bin Rifa’ah.
Dalam perkembangannya asosiasi ini melakukan aktifitas keilmuan dengan menyusun koleksi pokok-pokok berbagai disiplin ilmu pengetahuan, koleksinya berjudul “Rasā’il Ikhwān ash-Shafā wa Khullān al-Wafā”. Koleksi berbentuk ensiklopedia ini menguraikan deskripsi, hierarki, sistematisasi dan filosofi berbagai cabang ilmu pengetahuan dimana satu diantaranya adalah cabang ilmu astronomi (nujum, hai’ah).
Dalam klasifikasi Ikhwān ash-Shafā, astronomi terbagi dalam tiga bagian. Pertama, astronomi mengenai tata susun orbit-orbit dan kuantitas planet-planet (bintang-bintang), klasifikasi zodiak-zodiak dalam jarak, kadar, gerak, dan lain-lain. Kedua, astronomi mengenai tabel-tabel astronomi (zij) dan penanggalan beserta aplikasinya. Ketiga, astronomi mengenai tata cara mengetahui peredaran benda-benda langit, terbit dan tenggelam rasi-rasi bintang, gerak dan peredaran planet-planet (bintang-bintang) di atas alam sebelum berada dibawah orbit (lingkaran) bulan.
Dalam konteks astronomi kontemporer, pembagian pertama dan kedua adalah pembagian yang dapat dikategorikan sebagai astronomi (hai’ah). Sementara pembagian ketiga, dikategorikan sebagai “ahkām an-nujūm” atau astronomi yudisial yang sejak era abad pertengahan Islam dinyatakan sebagai aktifitas terlarang (baca: haram). Menurut Ikhwān ash-Shafā, astronomi adalah ilmu yang mengkaji kuantitas benda-benda langit, planet-planet dan zodiak-zodiak mulai dari jarak, kadar, susunan, kecepatan, peredaran, tabiat, dan hubungannya dengan alam sebelum benda-benda itu ada.
Dalam hierarki keilmuannya, Ikhwān ash-Shafā membagi ilmu pengetahuan kepada tiga kategori, yaitu: (1) ilmu matematika (ar-riyādhiyyāt), (2) ilmu syariat terapan (asy-syar’iyyah al-wadh’iyyah), dan (3) ilmu filsafat esensial (al-falsafiyyah al-haqīqiyyah). Menurut Ikhwān ash-Shafā ilmu matematika disebut juga dengan “ilmu adab” yang terbagi 9 macam: (1) ilmu tulisan dan bacaan (al-kitābah wa al-qirā’ah), (2) ilmu bahasa dan gramatika (al-lughah wa an-nahw), (3) ilmu perhitungan dan transaksi (al-hisāb wa al-mu’āmalāt), (4) ilmu sastra (asy-syi’r wa al-‘arūdh), (5) ilmu peramalan (az-zajr wa al-fa’l), (6) ilmu sihir dan azimat (as-sihr wa al-‘azā’im), kimia dan mekanika, (7) ilmu keterampilan (al-harf wa ash-shanā’i’), (8) ilmu jual beli, perdagangan, ilmu inisial dan keturunan, dan (9) ilmu sejarah (as-sair wa al-akhbār).
Menurut Ikhwān ash-Shafā lagi, astronomi (nujum) berada dalam rumpun ilmu filsafat. Ilmu filsafat sendiri terbagi dalam empat cabang: (1) matematika (ar-riyādhiyyāt), (2) logika (al-manthīqiyyāt), (3) tabī’i (ath-thabī’iyyāt), dan (4) ketuhanan (al-ilāhiyyāt). Berikutnya Ikhwān ash-Shafā membagi lagi matematika dalam empat macam dimana didalamnya terdapat astronomi, yaitu: (1) aritmetika, (2) geometri, (3) astronomi, dan (4) musik.
Dalam aplikasi praktisnya, Ikhwān ash-Shafā memosisikan ilmu nujum (astronomi) dalam tiga fungsi: (1) mengetahui “al-kawākib” (planet-planet, bintang-bintang), (2) mengetahui “al-aflāk” (orbit-orbit benda langit), dan (3) mengetahui “al-burūj” (zodiak-zodiak benda langit). Menurut Ikhwān ash-Shafā, “al-kawākib” adalah benda-benda langit bulat melingkar dan bercahaya yang dapat diketahui melalui observasi. Diantara sekian banyak benda-benda langit itu ada tujuh planet (bintang) yang dinamakan “as-sayyārah” yaitu Saturnus (zuhal), Jupiter (al-musytary), Mars (al-marīkh), Matahari (asy-syams), Venus (az-zuhrah), Merkurius (‘uthārid), Bulan (al-qamar). Sementara itu benda-benda langit lainnya disebut “ats-tsawābit”. Tiap-tiap tujuh planet (bintang) ini berada dalam orbitnya masing-masing yang menjadi ciri khasnya.
Sementara itu “al-aflāk” adalah benda-benda bulat berongga. Benda-benda ini tersusun dalam 9 orbit yang tersusun seperti lingkaran kulit bawang. Bagian terendah dari orbit-orbit ini adalah orbit bulan yang dikelilingi semesta (al-hawā’) dari berbagai penjuru. Sedangkan Bumi (al-ardh) berada dalam rongga semesta (jauf al-hawā’) yang tampak seperti kuning telur pada sebuah telur. Urutan (tingkatan) orbit setelah bulan adalah orbit Merkurius, berikutnya orbit Venus, berikutnya orbit Matahari, berikutnya orbit Mars, berikutnya orbit Jupiter, berikutnya orbit Saturnus, berikutnya orbit planet-planet (bintang-bintang) tetap atau “ats-tsawābit”, dan terakhir adalah orbit semesta (al-falak al-muhīth).
“Al-falak muhīth” selamanya beredar seperti roda dari timur ke barat di atas bumi, dan berikutnya dari arah barat ke timur di bawah bumi, dan setiap harinya beredar satu kali putaran dengan mengitari semua orbit planet-palanet dan atau bintang-bintang. Hierarki semesta ini menurut Ikhwān ash-Shafā sebagai penjabaran firman Allah: “…wa kullun fī falakin yasbahūn” (…dan semuanya beredar pada poros (orbit)nya masing-masing) “ (Q. 36: 40).
Selanjutnya “al-falak al-muhīth” terbagi lagi dalam 12 bagian, dimana bagian-bagian ini menurut Ikhwān ash-Shafā bagaikan pulau-pulau, dan tiap-tiap bagian (pulau) dinamakan zodiak (al-burj). 12 zodiak itu adalah: Aries (al-hamal), Taurus (ats-tsaur), Gemini (al-jauzā’), Cancer (as-sarathān), Leo (al-asad), Virgo (as-sunbulah), Libra (al-mīzān), Scorpius (al-‘aqrab), Sagitarius (al-qaus), Capricorn (al-jadyu), Aquarius (ad-dalwu), Pisces (al-hūt). Tiap-tiap zodiak ini terdiri dari 30 derajat, sehingga 12 zodiak itu totalnya 360 derajat. Berikutnya tiap-tiap derajat terdiri dari 60 bagian (juz’) dimana tiap-tiap bagiannya dinamakan menit (ad-daqīqah). Berikutnya lagi tiap-tiap menit (ad-daqīqah) tersusun dalam 60 bagian (juz’) yang dinamakan detik (tsāniyah). Berikutnya tiap-tiap detik tersusun dalam 60 bagian (juz’) lagi yang dinamakan “ats-tsawālits”, demikian seterusnya.
Arti penting klasifikasi dan atau hierarki ilmu secara umum adalah dalam rangka agar para pengkaji ilmu tidak terjebak dalam pemahaman dikotomis ilmu. Sementara itu arti penting klasifikasi dan hierarki ilmu astronomi secara khusus adalah dalam rangka memahami dan memosisikan bahwa astronomi dalam sejumlah cabang-cabangnya merupakan satu kesatuan hierarkis yang tak terpisahkan antara satu dengan yang lain dan dengan cabang-cabang ilmu lainnya. Semua cabang ilmu sejatinya berada dan berasal dari akar yang sama yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah.[]