Download FileGallery

Khutbah Idul Fitri 1443 H “Sifat dan Karakter Orang Bertakwa”

oleh Beta Pujangga Mukti, S.Pd.I., M.Soc.Sc.

بسم الله الرحمن الرحيم
السلا م عليكم ورحمة الله وبركاته
الله اكبرالله اكبر

 الله اكبر ولله الحمد. الحمد لله الذى هدانا لهدا وماكانا لنهتدى لولا ان هدان الله من يهدى الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادى له. اشهد ان لااله الا الله وحده لا شريك له واشهد ان محمدا عبده ورسوله. اللهم صل وسلم وبارك على نبينا محمد وعلى اله وصحبه اجمعين. اما بعد. فيا عبادلله اوصيكم واياي بتقوى الله وطا عته لعلكم تفلحون. قال سبحانه وتعالى فى كتابه الكريم. اعود بالله من الشيطان الرجيم: ياايها الدين امنوا اتقواالله حق تقا ته ولاتمتن الا وانتم مسلمون

الله أكبر، الله أكبر، لا إله إلا الله، الله أكبر ولله الحمد

Kaum muslimin-muslimat yang dirahmati Allah SWT

Hari ini, di pagi yang penuh dengan naungan rahmat dan karunia Allah SWT, kita semua berbondong-bondong menuju tempat yang mulia ini dengan derap langkah yang disaksikan oleh para malikat yang mencatat setiap langkah kita, semoga setiap tapaknya akan menggugurkan dosa-dosa kita, meninggikan derajat kita di sisi-Nya dan semoga menjadi jalan pemudah bagi kita semua menuju surga-Nya.

Kaum muslimin-muslimat yang dicintai oleh Allah SWT

Tujuan utama dari puasa adalah terwujudnya peribadi yang bertakwa kepada Allah SWT. Takwa dalam arti yang sebenarnya dan dengan segala konsekuensinya. Yaitu, patuh dan tunduk serta taat kepada setiap seruan dan perintah Allah, sekaligus juga berkomitmen untuk tidak melanggar larangan serta batas-batas yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.

Ada tiga sifat dan karakter yang akan melekat dan terlihat dari orang-orang yang telah mendapatkan predikat takwa di sisi Allah SWT. Pertama adalah sifat Ahsana an-Nas (Apikan) Rasa cinta dan kasih sayang yang lebih kepada orang lain. Kedua, sifat Ajwada an-Nas (Loma) Memiliki rasa empati dan memberi lebih banyak kepada orang lain. Dan ketiga adalah sifat Asyja’a an-Nas (Kendel) Keberanian, termasuk berani dalam mengambil sikap dan tindakan yang benar.

الله أكبر، الله أكبر، لا إله إلا الله، الله أكبر ولله الحمد

Kaum muslimin-muslimat yang diberkahi oleh Allah SWT

Sifat orang bertakwa yang pertama adalah ahsana an-Nas (apikan). Dalam kehidupan sehari-hari, ia selalu berkomitmen menebarkan rasa kasih dan sayang kepada sesama. Selain itu ia juga berusaha menjaga sikap dan lisannya dari perbuatan yang bisa menyinggung atau melukai hati orang lain. Ia selalu berusaha menjaga hatinya agar selamat (salamatush ash-shadr) dari penyakit-penyakit hati seperti al-ghillu (mudah tersinggung) dan al-hasadu (senang melihat orang susah, dan susah jika melihat saudaranya memperoleh kebahagiaan). Begitu juga ia menjaga lisannya agar selamat dari ucapan yang sia-sia terlebih bisa melukai perasaan orang lain. Dalam hadis disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda;

سلامة الإنسان في حفظ اللسان

Keselamatan manusia tergantung pada kemampuannya menjaga lisan.” (H.R. al-Bukhari).

Hal ini telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, ketika beliau bercerita kepada Abu Hurairah mengenai awal-awal peristiwa kenabian. Saat itu beliau masih belia, dan kemudian ada dua malaikat yang datang menamui beliau, yaitu malaikat Jibril dan Mikail. Kedatangan dua malaikat ini bermaksud ingin membelah dada Rasulullah SAW, mengeluarkan penyakit al-ghillu dan al-hasadu. Lalu menggantinya dengan sua sifat yang menjadikan Rasulullah sebagai uswah hasanah, yaitu sifat ar-ra’fah (kelembutan) dan ar-rahmah (kasih sayang). Maka kedua sifat ini yang menjadikan Rasulullah SAW memiliki akhlak yang istimewa di hadapan manusia lebih-lebih di hadapan Allah SWT.

Untuk itu, mari kita sucikan jiwa kita dari dua penyakit yang bisa membahayakan hidup kita baik di dunia maupun akhirat, yaitu al-ghillu dan al-hasadu. Setelah itu, kita ganti dengan dua sifat, yaitu ar-ra’fah (kelembutan) dan ar-rahmah (kasih sayang). Dengan demikian, yang nampak dalam sikap dan perilaku kita adalah akhlak yang mulia kepada sesama manusia dan juga seluruh makhluk di alam semesta.

الله أكبر، الله أكبر، لا إله إلا الله، الله أكبر ولله الحمد

Kaum muslimin-muslimat yang selalu dalam naungan dan ridha Allah SWT

Sifat dan karakter orang bertakwa yang kedua adalah Ajwada an-Nas (Loma) Memiliki rasa empati dan memberi lebih banyak kepada orang lain. Fenomena hidup nafsi-nafsi sudah terjadi dalam kehidupan kita. Rasa tolong menolong, peduli dengan sesama, dan rasa empati mengalami peluruhan. Jika ada perasaan ingin menolong sesama, hanya sebatas rasa simpati, belum sampai kepada tahap empati. Simpati adalah perasaan kasihan dan iba dengan kondisi seseorang yang sedang membutuhkan pertolongan. Namun belum ada atau belum mampu melakukan tindakan nyata untuk membantu kesusahan saudaranya. Berbeda dengan sifat empati, dia tidak hanya timbul rasa kasihan tetapi juga melakukan sesuatu yang bisa diberikan untuk meringankan beban saudaranya. Maka memiliki sifat empati (loma) itu penting, sebagai wujud ketakwaan kita kepada Allah SWT. Karena orang takwa yang sebenarnya, dia tidak hanya fokus membangun hubungan dengan Allah SWT (hablumminallah) tetapi juga dengan sesama manusia (hablumminannas). Kesempurnaan imannya ia tunjukkan dengan kepedulian kepada sesama.

Seorang ulama bernama Muhammad Ja’far bin Ash-Shadiq pernah mengatakan, “Kalau ingin melihat kedalaman agama seseorang, jangan lihat berapa banyak dia sudah mengerjakan sholat. Bukan pula dilihat dari seberapa sering dia berpuasa. Tapi kedalaman agama seseorang dapat dilihat dari caranya memperlakukan orang lain secara baik”.

لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

Tidak sempurna keimanan salah seorang di antara kalian hingga ia mencintai untuk saudaranya apa saja yang ia cintai untuk dirinya sendiri.(HR Bukhari dan Muslim)

Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita supaya menjadi orang-orang yang tangannya selalu di atas (yadu al-a’la) bukan menjadi tangan di bawah (yadussufla). Artinya, kita harus berusaha untuk menjadi orang yang punya prinsip memberi sebanyak-banyaknya dan bukan menerima sebanyak-banyaknya. Bahkan memberi sesuatu yang paling baik dan mungkin paling kita cintai. Prinsip ini telah disebutkan dalam al-Qur’an;

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتّٰى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ ۗ

Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai”(Q.S. Ali Imran: 92)

Ada perasaan yang bebeda, antara memberi dengan hanya sekadar menerima. Jika kita menerima, yang kita rasakan adalah gembira. Namun jika kita memberi, maka yang timbul adalah perasaan bahagia. Antara gembira dan bahagia terdengar sama, namun keduanya berbeda levelnya. Tentu perasaan bahagia karena memberi punya level yang lebih tinggi, dan perasaan itu bahkan tidak bisa dibeli.

Untuk itu, kita wujudkan ketakwaan kita dengan memiliki sifat ajwada an-naas (loma). Semakin kita bertakwa, maka semakin mudah dan ringan kita berempati, yaitu memberi kepada sesama yang membutuhkan.

الله أكبر، الله أكبر، لا إله إلا الله، الله أكبر ولله الحمد

Kaum muslimin-muslimat yang berbahagia

Sifat dan karakter orang bertakwa yang ketiga adalah sifat Asyja’a an-Nas (Kendel) punya keberanian, termasuk berani dalam mengambil sikap dan tindakan yang benar.

Karakter orang bertakwa adalah, ia memiliki sikap syaja’ah (kendel) dalam beramar ma’ruf nahi munkar. Ia berani mengambil sikap yang tegas dan tindakan yang benar, meskipun tidak banyak pengikutnya dan bahkan mendapatkan tantangan dan musuh dimana-mana. Ia tetap berprinsip bahwa  yang haq tetap haq, dan yang batil tetaplah batil. Dia tetap di dalam barisan orang-orang yang meyakini sesuatu yang memeng semestinya dan melakukan sesuatu yang sudah sepantasnya. Ini berbeda dengan jalan orang-orang meyakini sesuatu yang tidak semestinya dan melakukan sesuatu yang tidak sepantasnya.

Keberanian dalam beramar ma’ruf nahi munkar ini telah diberikan panduan langsung oleh Rasulullah SAW.

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيْمَانِ

Barangsiapa dari kalian melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak bisa, ingkarilah dengan hatinya, dan itu merupakan selemah-lemahnya iman”. (HR. Muslim).

Termasuk makna dari takwa (ittiqa’) adalah mengambil batas atau garis. Yang dimaksud adalah ia dapat mengambil batas antara yang haq dan yang batil. Batas antara mana yang menjadi perintah dan harus dikerjakan. Begitu juga dengan garis yang menjadi larangan Allah dan harus ditinggalkan.

الَّلهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَعَلَى خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنْ سَارَ عَلَى نَهْجِهِمْ وَطَرِيْقَتِهِمْ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَ الْمُؤْمِنَاتِ وَ الْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ وَ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ وَ أَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ وَ انْصُرْهُمْ علَىَ عَدُوِّكَ وَ عَدُوِّهِمْ. اَللَّهُمَّ الْعَنْ كَفَرَةَ أَهْلِ الْكِتَابِ الَّذِيْنَ يَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِكَ وَ يُكَذِّبُوْنَ رُسُلَكَ وَ يُقَاتِلُوْنَ أَوْلِيَاءَكَ. اَللَّهُمَّ خَالِفْ بَيْنَ كَلِمِهِمْ وَ زَلْزِلْ أَقْدَامَهُمْ وَ أَنْزِلْ بِهِمْ بَأْسَكَ الَّذِي لَا تَرُدُّهُ عَنِ الْقَوْمِ الظّالِمِيْنَ.

اَلَّلهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَ أَصْلِحْ لَناَ دُنْيَانَا الَّتِي فِيْهَا مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِي فِيْهَا مَعَادُنَا وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ.

 

Klik tautan di bawah ini untuk mendapat versi pdf.

Sifat dan Karakter Orang Bertakwa (Khutbah Idul Fitri – Beta Pujangga Mukti, S.PdI., M.Soc.Sc.)

 

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button