FatwaProduk

MEMBAKAR MUSHAF AL-QURAN

MEMBAKAR MUSHAF AL-QURAN

Pertanyaan Dari:

Pimpinan Cabang Muhammadiyah Oba

(disidangkan pada hari Jum’at, 14 Zulkaidah 1434 H / 20 September 2013 M)

 

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum w. w.

Saya tanya ini: Apakah al-Quran yang sudah rapuh boleh dibakar? Mohon penjelasannya.

Terima kasih.

Wassalamu ‘alaikum w. w.

 

Jawaban:

Wa ‘alaikumus-salam w. w.

Terima kasih atas pertanyaan saudara dan berikut ini jawabannya:

Al-Quran adalah firman (ucapan) Allah yang disampaikan kepada Rasul-Nya Muhammad saw., yang ditulis di mushaf (lembaran) dan ditransfer kepada kita secara mutawatir tanpa ada keraguan padanya. Menurut pengertian di atas al-Quran itu adalah firman atau perkataan Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw. Wahyu Allah ini dihafalkan lalu dikumpulkan dan ditulis di dalam mushaf atau lembaran. Dengan demikian wahyu Allah yang semula berbentuk perkataan lalu berbentuk tulisan tersebut kita sebut mushaf al-Quran.

Sebagai Muslim kita mempunyai kewajiban terhadap al-Quran yaitu mengimaninya, membacanya, mempelajarinya, mengamalkannya, berhukum dengannya, mendakwahkannya dan mengajarkannya. Selain itu kita juga harus memuliakan dan menghormati al-Quran. Caranya antara lain adalah dengan menjaga mushaf al-Quran dan meletakkannya di tempat yang tinggi dan mulia supaya tidak terhina atau dihinakan orang.

Jika mushaf al-Quran (bukan al-Quran-nya) itu ada kesalahan penulisan di dalamnya atau telah rapuh karena dimakan usia atau lusuh atau koyak karena sering dibaca, sehingga tidak bisa dibaca atau dimanfaatkan lagi, maka kita boleh membakarnya. Perlu ditegaskan di sini bahwa yang dibakar adalah mushaf (lembaran) al-Quran, bukan al-Quran. Membakar mushaf al-Quran di sini bukan untuk menghinakannya tapi justru untuk menjaga kemuliaannya. Dasarnya adalah untuk kemaslahatan. Jadi, selagi membakar itu ada maslahat atau kebaikan bagi al-Quran, maka hal itu dibenarkan. Maslahatnya di sini ialah menjaga kemuliaan al-Quran, agar lembaran mushaf al-Qur’an yang telah rapuh atau rusak tersebut tidak berserakan di sembarang tempat atau digunakan untuk hal-hal yang tidak semestinya.

Dasar lain yang membenarkan membakar mushaf al-Quran adalah sadd adz-dzari‘ah, yaitu menutup jalan menuju kepada kerusakan. Artinya, daripada mushaf al-Quran terhinakan atau dihinakan karena telah rapuh dimakan usia dan tidak bisa dibaca lagi, maka lebih baik dibakar supaya tidak terbiarkan, terinjak atau dibuang di tempat sampah.

Perbuatan membakar mushaf al-Quran itu bahkan juga pernah dilakukan oleh Utsman bin Affan ketika menjadi Khalifah dahulu. (Lihat Sahih al-Bukhari, 15/386 hadis nomor: 4604). Ketika mushaf al-Quran untuk mempersatukan umat Islam seluruh dunia telah disusun berdasarkan rasam Utsmani, Utsman bin Affan memerintahkan untuk membakar mushaf-mushaf al-Quran lainnya. Hal ini dilakukan supaya umat Islam hanya mempunyai satu macam mushaf al-Quran yaitu rasam Utsmani sehingga tidak bingung atau berselisih pendapat atau berpecah belah. Para sahabat tidak ada yang menentang perbuatan membakar mushaf al-Quran tersebut. Jadi dengan demikian dapat dikatakan bahwa membakar mushaf al-Quran karena ada maslahatnya atau supaya menghindarkannya dari kehinaan atau penghinaan itu dibenarkan sejak zaman dahulu menurut kesepakatan para sahabat.

Namun demikian, untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan, seperti fitnah dan kecurigaan, ketika membakar al-Quran yang telah rapuh tersebut hendaknya dilakukan secara sembunyi-sembunyi, tidak di depan orang banyak.

Wallahu alam.

*Fatwa ini pernah dimuat di Majalah Suara Muhammadiyah No. 08 Tahun 2014.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button