MENERIMA DAN MEMBERI SESUATU ALAT IBADAH KEPADA PEMELUK AGAMA LAIN
Pertanyaan Dari:
Nasrur Rayah, Jawa Tengah
(disidangkan pada hari Jum’at, 5 Jumadilawal 1435 H / 7 Maret 2014)
Pertanyaan:
Bolehkah kita umat Islam menerima pemberian berupa karpet atau sajadah untuk salat dari pemeluk agama lain? Apakah juga dibenarkan umat Islam menyumbangkan sesuatu yang digunakan untuk sembahyang agama orang lain? Apakah itu termasuk kerukunan beragama?
Jawaban:
Terima kasih atas pertanyaan saudara. Pertama, dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid 2 halaman 210, cetakan VII, bulan April 2013, disebutkan bahwa mubah hukumnya menerima sesuatu dari non muslim jika diberikan secara murni dan tidak mengikat serta barang yang diberikan adalah barang yang halal.
Dalam hal ini, Imam al-Bukhari telah meriwayatkan mengenai hal ini dalam bab menerima hadiah dari orang musyrik atau non muslim.
قَالَ أَبُو حُمَيْدٍ أَهْدَى مَلِكُ أَيْلَةَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَغْلَةً بَيْضَاءَ، وَكَسَاهُ بُرْدًا، وَكَتَبَ لَهُ بِبَحْرِهِمْ
[رواه البخاري]
Abu Humaid berkata: “Raja negeri Ailah pernah menghadiahkan seekor baghal putih (keledai) kepada Nabi saw dan memberi beliau pakaian burdah. Kemudian Nabi saw menulis surat untuknya ke negeri mereka“ [H.R. al-Bukhari].
Sesuai dengan buku Tanya Jawab Agama Jilid 2 dan berdasarkan hadis di atas, maka umat Islam dibolehkan menerima sesuatu berupa karpet atau sajadah untuk shalat dari pemeluk agama lain.
Kedua, umat Islam tidak dibenarkan untuk menyumbang sesuatu yang digunakan untuk sembahyang agama orang lain karena hal tersebut merupakan perbuatan menolong kepada kejelekan dan dosa. Hal ini berdasarkan firman Allah:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
[المآئدة، 5: 2]
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” [Q.S. al-Maidah (5): 2].
Ketiga, kerukunan beragama hanya bisa terjadi di luar bidang akidah dan ibadah. Sebagaimana firman Allah swt:
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ ﴿١﴾ لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ ﴿٢﴾ وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ ﴿٣﴾ وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمْ ﴿٤﴾ وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ ﴿٥﴾ لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ ﴿٦
[الكافرون، 109: 1-6]
Katakanlah: “Hai orang-orang kafir, (1) Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. (2) Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. (3) Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, (4) dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. (5) Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”. (6)
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Islam adalah agama rahmat bagi seluruh umat manusia. Di dalam surat al-Ma’un ayat 1 sampai 3 dan surat al-Taubah ayat 60, terdapat keumuman kedua ayat tersebut, yaitu bahwa Islam tidak membatasi pemberian bantuan hanya kepada orang Islam saja. Bahkan, Islam mendorong umat Islam untuk memberi pertolongan kemanusiaan kepada mereka yang memerlukan seperti anak yatim, fakir miskin dan sebagainya yang barangkali akan menjadi orang yang mendapat petunjuk Allah atau sekurang-kurangnya akan mengenal kebaikan agama Islam. Namun, apabila pemberian itu dapat merugikan dakwah Islam atau agama Islam itu sendiri, maka tidak diperbolehkan.
Wallahu a’lam bish-shawab.