ACARA MILAD MUHAMMADIYAH DI MASJID
Pertanyaan Dari:
Komarudin, PDM Kapuas, Kalimantan Tengah.
(Disidangkan pada hari Jum’at, 3 Shaffar 1435 H / 6 Desember 2013 M)
Pertanyaan:
As-Salamu ‘alaikum w. w.
Apa hukum menggunakan masjid untuk milad Muhammadiyah yang di dalamnya ada acara menyanyikan lagu Indonesia Raya, Sang Surya, kesenian dan tepuk tangan.
Was-Salamu ‘alaikum w. w.
Jawaban:
Wa ‘alaikumus-salam w. w.
Terima kasih kepada bapak Komarudin atas pertanyaan yang diajukan. Sebelum kami menjawab pertanyaan bapak, terlebih dahulu kami jelaskan tentang masjid dan fungsinya. Pada fatwa agama yang dimuat di Majalah Suara Muhammadiyah No. 16 tahun 2013 dijelaskan, secara bahasa masjid adalah tempat sujud, adapun secara syar’i masjid adalah tempat yang dipersiapkan untuk digunakan shalat lima waktu secara berjamaah oleh kaum muslimin. Di samping itu, di kalangan ulama dikenal istilah ar-rahbah, yakni tempat, halaman atau bagian dari masjid. Pada masjid-masjid sekarang, yang termasuk ar-rahbah adalah teras atau serambi yang bersambung dengan masjid, halaman yang juga ditegel dan bersambung dengan masjid, baik lantainya maupun atapnya, baik dipakai untuk shalat maupun tidak. Pendapat yang kuat di kalangan ulama adalah bahwa ar-rahbah merupakan bagian dari masjid -yang berlaku padanya hukum-hukum masjid- selama dia masih bersambung (lantai atau atapnya) dengan masjid. Jika dia terpisah dari masjid, maka dia bukan bagian dari masjid dan tidak mendapatkan hukum masjid, misalnya menara masjid (Asy-Syaikh Musthafa bin Saad as-Suyuthi ad-Dimasyqi, Mathalib Ulin Nuha fi Syarh Ghayat al-Muntaha, II: 234)
Dalam buku Sirah Nabawiyah karangan Syaikh Syafiyyurrahman al-Mubarakfuri disebutkan bahwa masjid pada zaman Nabi saw. itu tidak hanya digunakan sebagai tempat untuk melaksanakan ibadah mahdlah saja, tetapi juga mempunyai fungsi-fungsi lain, seperti: sekolahan bagi orang muslim, sebagai balai pertemuan/kegiatan sosial, merawat tentara Islam yang luka (balai pengobatan), tempat latihan perang, pusat pemerintahan, dan lain-lain. Sebagai umat Islam kita memang diperintahkan untuk memuliakan masjid. Allah SWT berfirman dalam Q.S. an-Nur (24) ayat 36:
…فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللهُ أَن تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ
Artinya: “Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang …”
Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya tidak ada larangan masjid dijadikan sebagai tempat kegiatan selain ibadah, termasuk acara milad Muhammadiyah, asalkan kegiatan tersebut tidak menggeser fungsi utama masjid yaitu sebagai tempat ibadah dan tidak mengganggu ketenangan dan kekhusyu’an orang yang sedang menjalankan atau melakukan ibadah. Milad Muhammadiyah yang di dalamnya terdapat berbagai macam acara, jika itu tidak keluar dari syari’at Islam maka hal itu diperbolehkan. Dalam hal ini perayaan milad hendaknya dilandasi semangat untuk mendatangkan kemaslahatan dan mencegah mafsadah bagi orang lain.
Dalam fatwa agama yang dimuat pada Majalah Suara Muhammadiyah No. 10 tahun 2005, tentang batasan-batasan kesenian disebutkan bahwa nyanyi-nyanyian atau tari-tarian ataupun lukisan-lukisan harus yang sopan, mengandung pelajaran dan pendidikan, membawa pesan-pesan moral yang luhur, berpakaian sopan dan menutup aurat, serta tidak mengandung unsur syirik dan maksiat. Jika semua unsur-unsur itu terpenuhi, maka semua perayaan itu hukumnya tetap mubah, artinya dibolehkan oleh syari’at Islam.
Untuk kegiatan-kegitan di luar ibadah, hendaknya lebih baik menggunakan serambi atau halaman masjid sebagai bentuk penghormatan terhadap kemuliaan masjid, yaitu sebagai tempat ibadah. Tentu akan lebih baik lagi apabila masjid memiliki fasilitas lain yang bisa digunakan untuk mengadakan acara tersebut, seperti aula atau gedung pertemuan, sebagai sikap kehati-hatian agar tidak menggeser fungsi utama masjid, yaitu untuk beribadah. Hal ini sesuai dengan kaidah fikih:
دَرْءُ اْلمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ اْلمَصَالِحِ
Artinya: “Mencegah kerusakan didahulukan daripada mengambil kemaslahatan.”
Wallahu a’lam bish-shawab.
Hati2 dg syubhat ( ketidakjelasan ). Rasulullah bersabda : “akan datang jamannya nanti umatku menghalalkan sutra, khamr, dan alat musik.” ( HR. Muslim ), begitu pula dg nyanyian, krn sbg muadzinnya syaithon. Di atas disebutkan bhw bolehnya kesenian tari2an & nyanyian asal isinya baik.. Apk setiap org bs menilai baik/buruknya. Sebaiknya jk menjawab pertanyaan diberikan dalil yg shohih bukan berdasarkan akal pikiran. Kita samina wa ato’na
Nyanyian & tarian dibolehkan asalkan isinya mengandung kebaikan adalah jawaban syubhat ( tdk jelas ) krn barometer baik itu yg spt apa. Baik belym tentu benar, gunakanlah dalil yg shohih bukan dg mengikuti akal & hawa nafsu. Bukankah Nabi bersabda : pada jamannya nanti akan ada umatku yg menghalalkan sutera, khamr, & alat musik.” ( HR.Muslim ), demikian jg bhw penyanyi adalah muadzinnya setan.