EtalaseFatwaProduk

BACAAN AL-FATIHAH UNTUK ORANG MENINGGAL DUNIA

Pertanyaan Dari:

Ali Sadikin, Jl. Raya Bula Kumba, Bulusari, Brebes Jawa Tengah 52253

(disidangkan pada Jum’at, 17 Syawal 1429 H /  17 Oktober 2008 M)

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Dengan ini kami mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan amal ibadah, mohon dengan hormat agar Pengasuh sudi menjawabnya.

Untuk meringankan dosa-dosa orang yang sudah meninggal dunia, banyak orang secara individu maupun secara berjamaah membacakan suratul Fatihah yang pahala bacaannya dipersembahkan kepadanya. Apakah amalan ibadah yang mereka lakukan itu benar menurut Sunah Rasul?

Atas perhatian dan kebijaksanaan Pengasuh, saya sampaikan banyak terima kasih. Jazakumullah ahsanul Jazaa.

Wassalamu ’alaikum Wr. Wb.

 

Jawaban:

Saudara yang terhormat, berikut ini jawaban atas pertanyaan saudara:

Pertanyaan pertama saudara ini sudah berulangkali ditanyakan dan sudah dijawab oleh Tim Fatwa Agama. Kesimpulannya, mendoakan orang yang sudah meninggal dunia itu ada tuntunannya. Adapun menghadiahkan pahala bacaan al-Quran –termasuk surah al-Fatihah, surah Yasin dan lainnya— itu adalah masalah khilafiyah (masalah yang diperselisihkan oleh para ulama). Sebagian ulama seperti Imam Ahmad bin Hambal mengatakan pahalanya sampai kepada si mayit. Dan sebagian ulama lainnya seperti Imam Malik dan Imam Syafi’i mengatakan tidak sampai. Tim Fatwa Agama cenderung kepada pendapat yang kedua ini karena beberapa alasan, antara lain:

Pertama, tidak terdapat ayat al-Qur’an atau hadis Nabi Muhammad saw yang dapat dijadikan dasar yang kuat untuk melakukannya. Bahkan di dalam al-Quran Allah menyatakan bahwa manusia tidak akan memperolehi balasan di akhirat melainkan apa yang diusahakannya sendiri ketika masih di dunia. Firman-Nya:

وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلاَّ مَا سَعَى. وَأَنَّ سَعْيَهُ سَوْفَ يُرَى. ثُمَّ يُجْزَاهُ الْجَزَاءَ اْلأَوْفَى. [النجم، 53: 39-41]

Artinya: “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya, dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihat (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna,” [QS. an-Najm (53): 39-41].

Dan di dalam sebuah hadis, Rasulullah saw memberi peringatan agar supaya kita tidak melakukan hal-hal yang tidak ada tuntunannya. Hadis tersebut berbunyi:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ. [رواه البخاري ومسلم]

Artinya: “Diriwaytkan dari Aisyah r.a. katanya: Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa yang mengada-adakan sesuatu dalam agama kita ini yang tidak berasal darinya maka perbuatan itu ditolak.” [HR. al-Bukhari dan Muslim]

Kedua, para sahabat tidak melakukan hal itu karena memang tidak ada tuntunannya dari al-Quran dan Hadis.

Ketiga, kita tidak bisa memastikan apakah ketika kita membaca al-Quran itu kita mendapat pahala sehingga bisa menghadiahkan pahala tersebut kepada orang lain atau tidak.

Keempat, menganut pendapat sampainya pahala bacaan kepada orang lain  sering kali berakibat negatif, yaitu orang yang kurang beramal saleh mengharapkan hadiah pahala dari orang lain.

Memperhatikan alasan-alasan di atas, maka lebih baik kita tidak melakukan yang tidak ada tuntunannya, dan mencukupkan diri dengan yang jelas ada tuntunannya, yaitu mendoakan orang yang meninggal dunia.

Wallahu a’lam bish-shawab. *mi)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button