KHUTBAH ‘IDUL FITRI 1439 H. “MENUJU PERUBAHAN JIWA DAN PERILAKU” OLEH Dr. H.M. Ma’rifat Iman KH., MA.
Khutbah ‘Idul Fitri 1439 H.
‘IDUL FITRI:
MENUJU PERUBAHAN JIWA DAN PERILAKU
Oleh: Dr. H.M. Ma’rifat Iman KH., MA.[1]
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِى أَنْزَلَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْئٍ وَهُدًا وَنُوْرًا وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِيْنَ. أَشْهَدُ اَنْ لاَّ اِلَـــهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، اَلْمَلِكُ الْحَقُّ الْمُبِيْنَ. وَأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. أّللهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ
اّمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ اللهِ، اُوْصِيْكُمْ وَإِيَّاَيَ بَتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ….. إِنَّ اللهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبَّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ
اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلّــهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، أَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ. أَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً. لاَ اِلَـهَ اِلاَّ اللهُ أَكْبَرُ، أَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ
I. PENDAHULUAN
Sidang ‘Id rahimakumullah.
Usailah sudah kita pada hari ini menunaikan suatu ibadah yang cukup berat selama satu bulan penuh, yakni berpuasa yang memiliki makna menahan diri dari berbagai bentuk yang melanggar hukum agama, melanggar norma-norma ketidakbaikan. Semoga ibadah kita selama satu bulan tersebut memiliki dampak positif pada pribadi kita sehingga derajat kita terangkat menjadi pribadi-pribadi yang shalih dan shalihah, yang akan berdampak pula secara sosial. Semoga pula pada hari ini kita memperoleh kemenangan melawan musuh terberat, yaitu melawan hawa nafsu sehingga kita kembali pada fitrah, suci bagaikan bayi yang baru dilahirkan.
Oleh karenanya, marilah kita bersyukur ke hadirat Allah SWT atas berbagai limpahan nikmat dan karunia-Nya. Demikian halnya, marilah kita sampaikan shalawat serta salam pada junjungan Nabi kita Muhammad saw, yang telah memberi kesuri-tauladanan yang sangat baik, yang menjadi panutan kita dalam menempuh kebahagiaan hidup, baik di dunia ini maupun di akhirat nanti.
Bulan Ramadhan merupakan bulan yang istimewa, bulan penuh berkah, dan segala amal baik umat-Nya di dunia akan dibalas berlipat ganda oleh Allah. Bulan yang di dalamnya diturunkan “malam qadar”, satu malam lebih baik daripada seribu bulan. Di bulan itu dibuka semua pintu surga dan ditutup pintu neraka, dibukanya segala rahmat, serta dibelenggunya syaitan sebagai simbol kejahatan.
Semangat menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan mampu membentuk karakter untuk memperbanyak amal kebajikan maupun amal ibadah spiritual dalam diri. Selain itu, bulan puasa merupakan bulan yang dapat digunakan untuk membuat mental menjadi tetap konsisten dan istiqamah dalam sebelas bulan berikutnya.
Dengan berpuasa seseorang dengan sadar akan meninggalkan makan dan minum sehingga lebih dapat menahan segala nafsu dan lebih bersabar untuk menahan emosi, walaupun mungkin terasa berat melakukannya.
Kaum muslimin dan muslimat yang berbahagia.
Puasa mengandung makna “al-Imsak”, yang berarti menahan diri. Menahan diri segala yang membuat dirinya tidak terjerumus pada jurang kemaksiatan. Juga bermakna “tameng” atau “benteng”, yang mampu menahan berbagai bentuk serangan, sebagaimana sabda Nabi saw: “al-shaum al-junnah”, dan mengandung hikmah orang akan hidup sehat, baik rohani dan jasmani, sebagaimana pula sabdanya: “shûmû tashihhû”. Puasa juga merupakan kewajiban yang konkret sebagai pembina suatu kebersamaan dan kasih sayang antar sesama. Orang yang berpuasa akan merasakan lapar dan haus. Dengan demikian akan menahan emosi dan amarah diri.
Puasa dalam satu bulan, seharusnya dapat membawa dampak positif berupa rasa solidaritas dan kepedulian antar sesama, rasa kemanusiaan yang mendalam atas penderitaan sesama manusia. Perasaan sama-sama lapar, haus, kesabaran yang lebih, dan kesucian pikiran, juga kata-kata, mampu membuat manusia memiliki rasa kebersamaan dalam masyarakat, dan menghasilkan cinta kasih antar sesama tanpa memandang latar belakang, warna kulit, dan agama.
Puasa, bukan sekedar kewajiban tahunan, dengan menahan lapar dan haus, kemudian setelah itu hampir tidak berbekas dalam jiwa ataupun dalam perilaku bersosialisasi di masyarakat, namun puasa lebih kepada kewajiban yang mampu menggugah moral, akhlak, dan kepedulian sosial.
Puasa, merupakan satu cara untuk mendidik individu dan masyarakat agar tetap mengontrol keinginan dan kesenangan dalam dirinya walaupun diperbolehkan.
Jama’ah ‘Id yang terhormat.
Namun, apapun yang diperbuat di bulan puasa itu, semuanya kembali kepada kesadaran diri masing-masing untuk memahami makna puasa, dan makna-makna lain yang akan menentukan sikap dan perilaku diri ke depan setelah berlalunya bulan puasa. Oleh karena itu, mestinya dengan melakukan puasa tersebut akan berefek positif menuju perubahan sikap yang lebih baik didasari jiwa yang bersih dan ikhlas.
Kini, kita memasuki bulan Syawwal, bulan peningkatan. Dapatkah kita mengimplementasikan puasa kita dalam sebulan tersebut pada bulan-bulan sesudahnya?
Dalam kesempatan ini, izinkan khatib menyampaikan tema khutbah ‘Id sbb: “Idul Fitri: Menuju Perubahan Jiwa dan Perilaku”.
II. PERUBAHAN JIWA
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar
Hadirin dan hadirat yang berbahagia
Ibnu Taimiyah pernah mengatakan:
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَعْمَلُ الْحَسَنَةَ فَيَدْخُلُ بِهَا النَّارَ، وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَعْمَلُ السَّيِّئَةَ فَيَدْخُلُ بِهَا الْجَنَّةَ. يَعْمَلُ الْحَسَنَةَ فَيُعْجَبُ بِهَا وَتَفْتَخِرُ بِهَا حَتَّى تُدْخِلُهُ النَّارَ. وَيَعْمَلُ السَّيِّئَةَ فَلاَ يَزَالُ خَوْفُهُ مِنْهَا وَتَوْبَتُهُ مِنْهَا حَتَّى تُدْخِلُهُ الْجَنَّةَ
“Sesungguhnya ada seorang hamba yang beramal kebaikan, malah ia masuk neraka. Sebaliknya, ada pula yang beramal kejelekan malah ia masuk surga. Yang beramal kebaikan tersebut, ia merasda ‘ujub (bangga dengan amalnya), lantas iapun berbangga diri. Itulah yang mengakibatkan ia masuk neraka. Sedang yang beramal kejelekan ia merasa takut (akan adzab Allah) dan ia iringi dengan taubat. Itulah yang membuatnya masuk surga”.
Sidang ‘Id yang dirahmati Allah.
Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an Surat 53/al-Najm: 43-45, dan 48 sbb:
وَأَنَّهُ هُوَ أَضْحَكَ وَأَبْكَى. وَأَنَّهُ هُوَ أَمَاتَ وَأَحْيَا. وَأَنَّهُ خَلَقَ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالأُنْثَى … وَأَنَّهُ هُوَ أَغْنَى وَأَقْنَى
“dan Dia-lah yang menjadikan orang tertawa dan menangis” (53:43); “dan Dia-lah yang mematikan dan menghidupkan” (53:44); “dan Dia-lah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan” (53:45); … “dan Dia-lah yang memberikan kekayaan dan kecukupan” (53:48).
Subhanallah …… Kaum muslimin dan muslimat.
Sesungguhnya Allah Ta’ala dalam banyak hal, Allah menciptakan kita berpasangan, walaupun dalam bentuk yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Akan tetapi, dalam hal memberikan kekayaan kepada hamba-hamba-Nya, Allah tidak menciptakan perlawanannya yaitu kemiskinan. Kemiskinan dibuat oleh diri kita sendiri, sedangkan Allah menciptakan kecukupan untuk pasangan kekayaan.
Hal ini bisa karena ketidakadilan ekonomi, kemalasan, dan bisa juga karena kemiskinan itu kita bentuk di dalam pola pikir kita sendiri.
Itulah hakikatnya mengapa orang-orang yang senantiasa bersyukur, walaupun hidup pas-pasan ia akan tetap tersenyum dan merasa cukup, bukan merasa miskin.
Jadi, marilah kita bangun rasa keberlimpahan dan kecukupan di dalam hati dan pikiran kita, dan berhenti mengatakan rezki kecil agar kita menjadi hamba-Nya yang selalu bersyukur.
Oleh karenanya, sucikan hati, jiwa dan pikiran kita untuk tidak memiliki prasangka buruk kepada Allah, karena Dia-lah yang selalu memberikan petunjuk dan pembelajaran serta bimbingan dalam arti hidup yang sebenarnya.
Sidang ‘Id rahimakumullah …, ada sebuah illustrasi cerita sbb:
Seorang wanita yang baru saja menikah datang ke ibunya dan mengeluh soal tingkah-laku suaminya, karena setelah pernikahan baru tahu karakter asli suaminya yang keras kepala, suka bermalas-malasan, boros, dan perilaku buruk lainnya.
Wanita itu berharap ibunya menyalahkan dan menegur atau memarahi suaminya. Namun, ia kecewa, ternyata ibunya diam saja, malah pergi ke dapur. Sementara wanita itu mengikuti sang ibu. Yang dilakukan ibunya di dapur adalah memasak air sampai mendidih. Lalu, ibunya menuangkan air panas yang mendidih itu ke dalam tiga gelas yang telah disiapkan. Di gelas pertama, ia masukkan telur. Di gelas kedua, ia masukkan wortel, dan di gelas yang ketiga, ia masukkan kopi.
Setelah menunggu beberapa saat, sang ibu mengangkat ketiga gelas tadi, dan hasilnya … telur yang mudah pecah menjadi keras, wotel yang keras menjadi lunak, dan kopi dapat mengubah air menjadi hitam serta beraroma harum.
Kemudian sang ibu menjelaskan. Nak …, masalah dalam hidup itu bagaikan ketiga benda ini, yang ibu masukkan ke dalam gelas serta ibu kasih air yang mendidih. Kita bagaikan air tersebut, bagaimana akan menyikapi dampak dari perbuatan kita terhadap hasil ketiga benda dalam gelas yang telah ibu isi air yang mendidih.
Kita bisa menjadi:
- Keras seperti telur, padahal aslinya mudah pecah dan encer.
- Lembek seperti wortel, aslinya wotel itu keras.
- Air berubah menjadi hitam dan harum baunya, padahal tadinya jernih dan tak beraroma.
Ada tiga pelajaran dari apa yang ibu praktikkan tadi:
- Ada orang yang menjadi keras, pemarah dan selalu menyalahkan pihak lain;
- Ada yang menjadi lembek, suka mengeluh dan mengasihani diri sendiri, dan
- Ada yang justru semakin harum, menjadi semakin kuat dan bijaksana. Tergantung pilihan kita dalam merespon sebuah permasalahan.
Juga cerita lain … sbb:
Seorang kakek berusia 70 tahun mengidap sebuah penyakit. Dia tidak dapat kencing. Dokter mengabarkan kepadanya kalau dia membutuhkan operasi untuk menyebuhkan penyakitnya. Dia setuju untuk melakukan operasi karena penyakit itu telah menimbulkan sakit yang luar biasa selama berhari-hari.
Ketika operasi selesai, dokter memberikan tagihan pembayaran seluruh biaya operasi. Kakek tua itu melihat pada kuitansi dan mulai menangis. Melihatnya menangis, dokter pun berkata kepadanya bila biayanya terlalu tinggi, mereka dapat membuat pengaturan lain. Orang tua itu berkata: ”Aku tidak menangis karena uang itu, tetapi aku menangis karena Allah menjadikanku buang air tanpa masalah selama 70 tahun dan Dia tidak pernah mengirimkan tagihan”.
Memang kenikmatan dari Allah sangat banyak dan kita tidak akan mampu menghitungnya, bahkan kebanyakan kita lupa akan nikmat Allah. Allah Ta’ala berfirman:
.(وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ اللهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ (النحل: 18
“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Q.S. An-Nahl: 18).
.(وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ (إبراهيم: 34
“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu memperkira-kannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)” (Q.S. Ibrahim: 34).
Salah satu contohnya adalah nikmat buang air kecil dan buang air besar, ini merupakan nikmat yang luar biasa dan sangat jarang kita syukuri. Karenanya, do’a keluar WC atau kamar mandi adalah meminta ampun:
غُفْرَانَكَ
(Aku meminta ampunan-Mu Ya Allah)
Hikmahnya adalah Kita meminta ampun kepada Allah, karena kita sering meremehkan nikmat Allah kepada kita, yaitu kenikmatan bisa lancar buang air kecil. buang air kecil atau buang air besar yang lancar juga merupakan kenikmatan, perasaan lega dan rasa ringan di tubuh.
Syaik Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata:
والحكمة في ذلك والله أعلم أن الله سبحانه قد أنعم عليه بمايسرله من الطعام والشراب، ثم أنعم عليه بخروج الأذى، والعبد محل التقصير في الشكر فشرع له عند زوال الأذ ىبعد حضور النعمة بالطعام والشراب أن يستغفر الله، وهوسبحانه يحب من عباده أن يشكروه على نعمته
“Hikmah dari doa ini – wallahu a’lam – Allah SWT telah memberikan kenikmatan berupa mudahnya bagi hamba makan dan minum. Kemudian Allah memberikan kenikmatan mudahnya kotoran keluar. Seorang hamba sering meremehkan bersyukur, maka disyariatkan baginya agar beristigfar meminta ampun ketika hilangnya kotoran setelah mendapat nikmat berupa makanan dan minuman. Allah SWT mencintai hambanya yang mensyukuri nikmatnya”.
Sangat mudah untuk bersyukur, ketika kita tidak menghadapi masalah. Namun, ada kesulitan ketika sedang menghadapi masalah. Ambillah hikmah dan hadapi dengan sabar, serta selalu arif, dan jangan lupa berdo’alah selalu pada Allah agar kita diberi petunjuk untuk memperoleh jalan keluarnya.
III. PERUBAHAN PERILAKU
Kaum muslimin dan musliman, sidang ‘Id yang dimulyakan Allah.
Puasa selama sebulan penuh, mestinya memiliki pengaruh positif dalam kehidupan kita ke depan. Puasa yang memiliki makna ‘menahan diri’, dapat diwujudkan dengan menahan diri kita dari berbagai keinginan yang buruk, seperti menahan diri dari kesenangan dan kemewahan agar kita mampu berbagi memberikan kesenangan kepada orang. Menahan diri dari jabatan dan kekuasaan, kecuali mampu berlaku adil dan bijaksana. Menahan diri dari berbagai keinginan dan pemuasan nafsu agar selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan amal saleh yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
Tatkala engkau memperbaiki hatimu, saat itulah Allah memperbaiki keadaanmu.
Ketika engkau menginginkan kebaikan untuk orang lain, maka kebaikan itu datang kepadamu dari arah yang tidak engkau kira.
Di saat kita hidup untuk membuat orang lain bahagia, Allah menjadikan orang lain membahagiakan kita.
Maka, carilah celah untuk “memberi”, bukan menerima apalagi mengambil.
Setiap kali engkau memberi, maka di saat itulah engkau diberi (oleh Allah) tanpa engkau meminta.
Sidang Id, rahimakumullah. Ada sebuah ungkapan yang bagus, sebagai berikut:
Setelah terlewati bulan Ramadhan, apakah amal ibadah kita kembali seperti sediakala, bermalas-malasan, atau melakukan hal biasa-biasa saja, atau justru kita harus meningkatkan diri lebih baik daripada yang terlewatkan?
Seorang ulama salaf ditanya tentang kaum yang bersungguh-sungguh dalam ibadahnya pada bulan Ramadhan, tetapi jika Ramadhan telah berlalu mereka tidak bersungguh-sungguh lagi. Beliau berkata: “Seburuk-buruk kaum adalah yang mengenal Allah secara benar hanya di bulan Ramadhan saja. Padahal orang yang saleh adalah yang beribadah dengan sungguh-sungguh di sepanjang tahun”. Hal ini berdasarkan hadits berikut:
أَتَانِى جِبْرِيْلُ فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ! مَنْ أَدْرَكَ رَمَضَانَ فَخَرَجَ وَلَمْ يُغْفَرْ لَهُ فَمَاتَ فَدَخَلَ النَّارَ فَابْعَدَهُ اللهُ.، قُلْ آمِيْنَ، فَقُلْ: آمِيْنُ
(رواه ابن خزيمة وابن حبان فى صحيحه)
“Jibril datang kepadaku dan berkata: Wahai Muhammad! Siapa yang menjumpai bulan Ramadhan namun setelah bulan itu habis ia tidak mendapat ampunan Allah, maka jika mati ia masuk neraka, semoga Allah menjauhkannya. (Kemudian Jibril menyuruh Nabi): Katakanlah Âmîn, maka aku (Nabi) mengatakan: Âmîn” (H.R. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibbân dalam shahihnya).
Seorang ulama kotemporer, Ismail al-Faruqi mengatakan: “Haqîqât al-‘ibâdah mâ ba’d al-‘ibâdah” (Hakikat ibadah itu adalah setelah mengamalkan ibadah itu sendiri). Maksudnya, aplikasi dan implementasi amaliah Ramadhan haruslah diwujudkan dan dipraktikkan setelah bulan Ramadhan itu berlalu dengan ibadah dalam arti luas yang lebih baik daripada di bulan Ramadhan itu sendiri. Raihlah 11 bulan pasca Ramadhan dengan amalan yang lebih baik, apalagi makna Syawwal adalah bulan peningkatan. Bukan malah sebaliknya, kita melakukan perbuatan yang melanggar agama dan kemaksiatan. Dalam hal ini Allah nyatakan:
(وَلاَ تَكُوْنُوْا كَالَّتِى نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنْكَاثًا … (النحل: 92
“dan janganlah kamu seperti orang perempuan yang mengurai benangnya yang sudah dipintal dengan kuat menjadi cerai-berai kembali …” (Q.S. 16/al-Nahl: 92).
- Benar dan Merasa Benar
Menjadi benar itu penting, namun merasa benar itu tidak baik. Kearifan akan membuat seorang menjadi benar, tetapi bukan merasa benar. Perbedaan orang benar dan orang yang merasa benar:
- Orang benar, tidak akan berpikiran bahwa ia adalah yang paling benar, sebaliknya orang yang merasa benar, di dalam pikirannya hanya dirinyalah yang paling benar.
- Orang benar bisa menyadari kesalahannya, sedangkan orang yang merasa benar, merasa tidak perlu untuk mengaku salah.
- Orang benar setiap saat akan introspeksi diri dan bersikap rendah hati, tetapi orang yang merasa benar, merasa tidak perlu introspeksi, karena merasa paling benar, mereka cenderung tinggi hati.
- Orang benar memiliki kelembutan hati, ia dapat menerima masukan dan kritikan dari siapa saja, sekalipun itu dari anak kecil. Orang yang merasa benar hatinya keras, ia sulit untuk menerima nasihat dan masukan apalagi kritikan.
- Orang benar akan selalu menjaga perkataan dan perilakunya, serta berucap penuh kehati-hatian. Orang yang merasa benar dalam berpikir, berkata, dan berbuat sekehendak hatinya, tanpa pertimbangan atau mempedulikan perasaan orang lain.
- Pada akhirnya, orang benar akan dihormati, dicintai dan disegani oleh hampir semua orang. Sedangkan orang yang merasa benar sendiri hanya akan disanjung oleh mereka yang berpikiran sempit, dan yang sepemikiran dengannya, atau mereka yang hanya ‘sekedar ingin memanfaatkan’ dirinya.
- Mungkin masih banyak lagi perbedaan di antara keduanya. Namun yang penting untuk direnungi bahwa bagi orang yang benar, setiap perbuatannya adalah merupakan ibadah. Sedang yang merasa benar, segala bentuk perbuatannya belum tentu mengandung ibadah.
- Mengubah sikap dan perilaku
لا تحسد أحدا بنعمة فأنت لا تعلم ماذا أخذ الله منه … ولا تحزن بمصيبة فأنت لا تعلم ماذا سيعطيك الله KFSK.”عليها “إنما يوفى الصابرون أجرهم بغير حساب
“Jangan kau iri kepada seorangpun karena sebuah nikmat, karena kau tidak tahu apa yang telah Allah ambil darinya … dan janganlah bersedih karena sebuah musibah, karena kau tidak tahu apa yang akan Allah hadiahkan untukmu … Allah berfirman: “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang diberikan pahala tanpa dikira”.
Ungkapan di atas sejalan dengan ungkapan di bawah ini
إن خسِرت شيئًا لم تتوقع يومًا أن تخسره، فإن الله سيرزقك شيئًا لم تتوقع يومًا أن تملكه
“Jika kamu pernah merugi sesuatu yang tidak pernah kamu sangka suatu hari, maka sesungguhnya Allah akan memberimu rezeki suatu hari yang tidak pernah kamu kira akan memilikinya”.
Oleh karenanya, kita mesti bersikap …
تفاءل عندما تصعب عليك الأمور، فإن الله تعالى أقسم مرتين فإن مع العُسر يُسرا، إنّ مع العسر يسرا
“Optimislah saat segala urusan terasa sulit bagimu, karena Allah telah bersumpah dua kali: Sesungguhnya sesudah kesulitan bersama kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan bersama kemudahan”.
عند ما تظن بأن بعد الشقاء سعاده، وبعد دموعك إبتسامة فقد أديت عبادة عظيمه ألا وهي حسن الظن بالله
“Ketika kamu meyakini bahwa setelah kesengsaraan adalah sebuah kebahagiaan dan setelah air mata yang mengalir adalah senyuman, maka sesunggunhnya kau telah melaksanakan ibadah yang amat agung, yaitu berprasangka baik kepada Allah”.
إذا أتعبك ألم الدنيا فلا تحزن … فربما أشتاق الله لسماع صوتك وأنت تدعوه … لا تنتظر السعادة حتى تبتسم … ولكن ابتسم حتى تكون سعيد … لماذا تطيل التفكير والله ولي التدبير … ولماذا القلق من المجهول وكل شيء عند الله معلوم … لذلك إطمئن فأنت في عين الله الحفيظ … وقل بقلبك قبل لسانك “فوضت أمري إلى الله” طيب الله أيامكم بذكره
“Jika sakitnya dunia membuatmu lelah, maka janganlah bersedih … barangkali Allah ingin mendengar suaramu dalam do’amu … dan jangan kau tunggu kebahagiaan untuk tersenyum … namun tersenyumlah sehingga kau bahagia … mengapa kau berfikir banyak sedangkan Allah adalah yang Maha Mengatur … mengapa gundah akan sesuatu yang tidak kita ketahui sedangkan segala sesuatu Allah sudah tahu … Oleh karena itu tenanglah, karena kamu selalu berada pada pengawasan Allah Yang Maha Menjaga … dan ucapkan dengan hatimu sebelum dengan lisanmu … aku serahkan segala urusanku kepada Allah”.
إذا لم تعرف عنوان رزقك … فلا تخف … لأن رزقك يعرف عنوانك … فإذا لم تصل إليه … فهو حتما سيصل إليك
“Jika kamu tidak tahu alamat rezekimu … Janganlah takut … karena rezekimu tahu di mana alamatmu … jika kau tidak bisa sampai kepadanya … niscaya dia akan sampai kepadamu …”.
“إذا قابلنا الإساءة بالإساءة … فمتى ستنتهي الإساءة؟! قال تعالى: “فمن عفا وأصلح فأجره على الله
“Jika kita membalas keburukan dengan keburukan maka kapan keburukan ini akan berakhir?! Allah berfirman: “dan barangsiapa yang memaafkan dan memperbaiki maka pahalanya ada di sisi Allah”.
يقول حكيم يوناني: كنت ابكي لأنني أمشي بدون حذاء ولكنني توقفت عَنَ البكاء عندما رأيت رجلاَ بلا قدمين … دائما الحمدلله علىَ كل حال
“Dahulu aku menangis karena aku berjalan tanpa alas kaki … namun akhirnya aku berhenti menangis saat aku melihat lelaki tanpa kedua kakinya … maka selalu ucapkanlah Alhamdulillah pada setiap keadaan”.
يوماً ما ستكتشف: أن حزنك حماك من النار وصبرك أدخلك الجنة
“Pada suatu hari kau akan menemukan: bahwa kesedihanmu akan menyelamatkanmu dari neraka dan kesabaranmu akan memasukkanmu kedalam surga”.
“إذا لم تتصدق بفلوسك تصدق بضروسك! يعني” ابتسم
“Jika kau tidak bisa bersedekah dengan hartamu, maka bersedekahlah dengan gigimu, yakni tersenyumlah!”.
.لا تتوقع من نهاية اليوم إلاَّ الرِّضَا وسترضى … استعن بالكريم، استعن ْبالرحيم، استعن بالعظيم
“Jangan berharap dari akhir setiap hari kecuali ridha, maka kau akan ridha … mintalah pertolongan kepada Yang Maha Dermawan, Maha Penyayang, dan Maha Agung …”.
لا تدع الناس يعرفون عنك سوى سعادتك ولا يرون منك إلا ابتسامتك
“Jangan biarkan manusia mengetahui sesuatu darimu melainkan kebahagiaanmu, dan jangan sampai mereka melihat kecuali senyummu”.
إن ضاقت عليك أمورك ففي القرآن جنتك، إن آلمتك وحدتك فإلى السماء دعوتك، إن سألوك عن أخبارك فاحمد الله وابتسم
“Jika semua urusanmu terasa sempit, maka di dalam al-Qur’an ada surgamu. Dan jika kesendirianmu menyakitkanmu , maka ke langit kirimkan Do’amu. Dan jika mereka bertanya tentang kabarmu, maka katakan Alhamdulillah dan tersenyumlah”.
IV. PENUTUP
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar. Sidang ‘Id yang dirahmati Allah.
Sebagai penutup, ada ungkapan baik yang dapat menjadi pelajaran bagi kita, yakni sebuah nasehat kehidupan:
Jika kita memelihara kebencian dan dendam,
maka seluruh waktu dan pikiran yang kita miliki akan habis,
dan kita tidak akan pernah menjadi orang yang produktif.
Kekurangan orang lain adalah ladang pahala bagi kita,
untuk memaafkannya, mendo’akannya, memperbaikinya,
dan menjaga aibnya.
Bukan gelar atau jabatan yang orang menjadi mulia.
Jika kualitas pribadi buruk, semua itu hanyalah topeng tanpa wajah.
Ciri seorang pemimpin yang baik akan nampak dari kematangan pribadi,
buah karya, serta integrasi antara kita dengan perbuatannya.
Jika kita belum bisa membagikan harta, atau
kalau kita tidak bisa membagikan kekayaaan, maka bagikanlah contoh kebaikan.
Jangan pernah menyuruh orang lain, sebelum menyuruh diri sendiri.
Jangan pernah melarang orang lain, sebelum melarang diri sendiri.
Pastikan kita sudah bersedekah hari ini, baik dengan materi,
dengan ilmu, tenaga, atau minimal dengan senyuman yang tulus.
Bila kita tidak dapat menjadi JALAN BESAR,
Cukuplah menjadi JALAN SETAPAK yang dapat dilalui orang
Bila kita tidak dapat menjadi MATAHARI
Cukuplah menjadi LENTERA yang dapat menerangi sekitar kita
Bila kita tidak dapat berbuat sesuatu untuk seseorang
Maka BERDO’ALAH untuk kebaikan
Para pembohong akan dipenjara oleh kebohongannya sendiri.
Orang yang jujur akan menikmati kemerdekaan dalam hidupnya.
Bila memiliki banyak harta, kita akan menjaga harta.
Namun jika kita memiliki banyak ilmu, maka ilmulah yang akan menjaga kita.
Kalau hati kita bersih, tidak ada waktu untuk berfikir licik, curang, atau
dengki sekalipun.
Bekerja keras adalah bagian dari fisik, bekerja cerdas merupakan bagian dari otak.
Sedangkan bekerja ikhlas itu merupakan bagian dari hati.
Jadikanlah setiap kritik, bahkan penghinaan yang kita terima
sebagai jalan untuk memperbaiki diri.
Kita tidak pernah tahu kapan kematian akan menjemput,
tetapi kita tahu persis seberapa banyak bekal yang kita miliki untuk menghadapinya.
Tugas umat ini hanya berjuang, Allah tidak mewajibkannya untuk menang.
Berjuang itu jauh lebih besar dari sekedar menang. Seperti sa’i lebih besar dari zam-zam, seperti Uhud lebih bermakna dari segunung perbendaharaan Kisra (Persi).
Adalah Fir’aun yang merasa kuasa mengalirkan Nil dan memperbudak Bani Israel,
ada Musa yang tak putus asa, tapi airlah yang mengakhiri hidupnya.
Adalah Namrud yang menyatakan mampu menghidupkan dan mematikan,
ada Ibrahim yang mendebatnya, namun hanya seekor nyamuk kiranya
yang menjadi sebab kematiannya.
Adalah Jalut yang kekuatannya membuat takut dan kecut, ada Thalut yang diutus bersama Tabut. Tapi ketapel bocah kecil Dawudlah yang jadi pembawa maut.
Adalah Abrahah dan pasukan gajah yang ponggah, ada Abdul Muthalib yang berserah diri
kepada Allah. Batu-batu kecil dari sijjil dilempar burung-burung mungil ababil,
yang memporak-porandakan dan menghabisinya.
Adalah gegap-gempita kepungan pasukan Ahzab, ada keteguhan Nabi Muhammad dan
para sahabat di dalam Khandak, namun anginlah rupanya yang menyapu bersihnya.
Sungguh tugas kita atas kezhaliman hanya taat pada Allah, dan berteguh istiqamah.
Lalu kita bersandar hanya kepada-Nya, bersiap untuk kejutan pertolongan-Nya,
dari Yang Maha Kuasa.
Kalau umat sudah berjuang dengan kesungguhan sesuai arahan Allah dan Rasul-Nya, sementara musuhnya bersikeras untuk menang dengan segala tipu daya, dengan bertumpuk kecurangan, dengan besi dan api, dengan mengerahkan semut dalam liang, hingga jin, peri, merkayangan, umat ini hanya akan berkata “tawakkal ‘ala Allah”.
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْواتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاَضِيَ الْحَاجَاتِ. اَللهُمَّ اغْفِرْلَنَا ذُنُوْبَنَا وَلَوَالِدَيْنَا وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا. أَللهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزٌقْنَا اجْتِنَابَهُ. اَللهُمَّ إِنَّا نَسْئَلُكَ رِضَاكَ وَالْجَنَنَّةَ وَنَعُوْذُ مِنْ سَخَتِكَ وَالنَّارَ. اَللهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيْمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ وَاعْفُ عَنَّأ يَا كَرِيْمٌ. رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْهَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لِدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابِ. رَبَنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الأخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
[1]Wk. Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Wk. Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Anggota Tim Hisab-Rukyat Kementerian Agama Republik Indonesia, dan Dosen Tetap Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA.