MUNASABAH SURAT AL FATIHAH SEBAGAI MUQODDIMAH AD/ART PERSYARIKATAN MUHAMMADIYAH
MUNASABAH SURAT ALFATIHAH SEBAGAI MUQODDIMAH AD/ART PERSYERIKATAN MUHAMMADIYYAH
Oleh: Arif Mahfuz.S.Sy
Calon Hakim Peradilan Agama Mahkamah Agung RI
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyyah SUMSEL
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) dalam sebuah organisasi merupakan fondasi utama yang menjadi bagian penting dalam menjalankan kehidupan berorganisasi. Dengan melihat dan meneliti bentuk AD/ART organisasi tersebut maka dapat terlihat bagaimana asas, arah dan bentuk organisasi tersebut. Dimana AD/ART mengikat semua orang yang terlibat dalam organisasi tanpa adanya pengecualian apapun.
Persyerikatan Muhammadiyah dalam muqoddimah AD/ART menggunakan nama Surat yang berjumlah tujuh ayat ini dengan nama Al Fatihah (surat ini memiliki beberapa nama selain surat Al fatihah) dalam sebagai Muqoddimah resmi, Surat al Fatihah dalam Muqoddimah tersebut berjumlah tujuh ayat yang hitungan ayat pertamanya dimulai dengan lafaz basmalah dan diakhiri dengan lafaz waladdholliin pada akhir ayat yang ketujuh, yang mana kalimat aaamiiin yang meruopakan bentuk isim fii’l (kalimat Sim yang bermakna fii’l dengan fungsi menunjukan adanya perintah/doa yang bermakna kata kerja) tidak dimasukan didalamnya atau difahami bukan sebagai bagian dari surat Al Fatihah pada Muqoddimah AD/ART (AD/ART: 2010;5).
Jika dirincincakan dengan lebih detail dengan menggunakan metode bayani (pendekatan kebahasan) yang merupakan manhaj tarjih untuk digunakan secara resmi di lingkungan Persyerikatan Muhammadiyyah (keputusan munas ke XXV) maka ringkasan singkat tafsir surat Al fatihah dirincikan sebagai berikut:
Pertama, Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa surat Al Fatihah memiliki beberapa nama diantaranya: Al Fatihah karena digunakan sebagai pembuka Al Qur’an sebagai kitab secara tulisan, serta dibukanya sholat dengan membaca surat Al Fatihah, dinamakan juga sebagai Ummul Qur’an (ibu dari Al Qur’an) berdasarkan hadist dari Abu Hurairoh dengan riwayat Tarmizi yang dimana Rasulullah bersabda bahwa: Al hamdulillah merupakan Ummul Qur’an, disebut juga sebagai surat Assholatu karena merupakan rukun sholat, baik sholat yang hukumnya wajib,fardhu maupun nadb tidak sah tanpa membaca surat Al Fatihah (Ibnu Kastir:1;5). Inilah nilai filosofi yang melatar belakangi surat Al Fatihah dijadikan Muqoddimah AD/ART dimana Al Qur’an yang menjadi rujukan utama dalam Islam ini dimulai dengan Surat Al Fatihah maka sudah menjadi kewajaran Perjuangan Muhammadiyyah yang berlandaskan Al Qur’an dan Sunnah memulai AD/ART Persyerikatan dengan surat Al Fatihah, dipilih dengan Nama surat Al Fatihah karena surat ini dimulai untuk membuka Al Qur’an yang kemudian diteladani kembali oleh warga Persyarikatan guna membuka AD/ART Persyerikatan Muhammadiyyah.
Kedua, Huruf pertama dalam surat Al Fatihah adalah huruf ب yaitu (بسم الله) maka huruf inilah yang menjadi pertama dalam Muqoddimah AD/ART yang memiki tafsir: Bismillah (dengan nama Allah), lafaz basmalah ini juga memili tafsir dengan Wajhullah, dimakanai juga dengan bibarokatillah (dengan Barokah Allah), kemudian (الرحمن) bermakna kebaikan dan pembagian rezeki untuk hambnya serta perlindungan dari segala macam kesulitan, dan kalimat (الرحيم) memiliki ma’na kekhususan rasa sayang Allah sebagi Rabb kepada kaum Mu’minin dengan Ampunannnya serta janjinya kepada orang yang beriman untuk dimasukan kesurganya, serta Allah yang menutupi semua ijab dosa di Dunia dan mengampuninya di akhirat kemudian dimasukan surganya Allah (Tafsir Ibnu Abbas;1).
Lafaz basmalah bermkmakana permohonan inayah (pertolongan) dari Allah SWT dalam memulai segala sesuatu, dengan tafsiran bahwa dengan qodratnya Allah perbuatan dilakukan (Asyya’rowi;1;46). Dari pembahasan diatas terdapat beberapa nilai pokok yang dapat diajadikan pandangan hidup warga Muhammadiyyah dimana Allah dijadikan sebagai pembuka Muqoddimah, dimana Muhammadiyah tidak berdiri dengan sendirinya tetapi tetap memohon pertolongan Allah yang mana semua pekejaan tidak akan dapat terjadi tanpa qodratnya begitu pula dengan berdirinya Muhammadiyyah juga karena Qodratnya Allah Swt. karena kedudukannya sebagai Rabbul A’lamin, yang sangat diharapkan keberkahannya, rezeki serta ampunan, yang menjadikan warga Muhammadiyyah harus menyadari bahwa kemajuan organisasi adalah bagian dari keberkahan Allah, bukan semata-mata perjuangan kita sebagai hamba Allah, serta tujuan organisasi itu sendiri juga sebagai sarana menggapai ampunan Allah agar mencapai surganya nanti diakhirat kelak, dapat juga diambil nilai filosofisnya agar Persyerikatan Muhammadiyah selalu mendapat Berkah dari Allah dalam melakukan Amar Ma’ruf Nahi Munkar.
Ketiga, kalimat (الحمد لله) yang selalu diterjemahkan “segala puji bagi Allah”, adalah bentuk kalimat khabariyyah (jumlatun khobariyyah) yang berfungsi sebagai (mufiadtun lilqashril hamdi) dalam tinjauan balaghoh, sebagai pembatas bahwa pujian hanya milik Allah, yang ditafsitkan secara bayan bahwa pujian adalah hanya milik Allah karena yang berhak dipuji hanya Allah, (رب) bermakan sebagai tuhan yang menciptakan dan memelihara dapat juga dimaknai sebagi Malik (raja/pemilik), pada kalimat العلمين)) bermakna alam semesta dari bangsa Jin, Malaikat, Setan, Manusia serta semua yang meliputinya karena adanya wujud alam semesta ini merupakan dalil adanya Allah sebagi Sang Khaliq (Ali Asshobuni: Shofwatu Tafasir;1;19). Pada ayat kedua ini merupakan bukti bahwa Muhamadiyyah adalah organisasi merupakan organisasi yang bertauhid mengakui keesaan Allah sebagai Rabb yang tunggal pada alam semesta ini. Serta pandangan hidup warga muhmmadiyyah yang menjauhi perjungan dalam organisasi dari sikap riya’ dan sum’ah karena pujian hanya milik Allah.
Keempat, pengulangan lafaz “Arrhamanirrahim” menunjukan hikmah yang yang tidak menyerupai hikmah apapun mengenai kasih sayang Allah Swt, yang difungsikan sebagai taukid (penegasan) bahwa Allah adalah (ملك يوم الدين) (Ibnu Hajar Atthobari;150). Pada ayat kedua telah dijelaskan bahwa Allah merupakan Rabbul A’lamin yang mengandung ma’na secara ‘am (umum) bahwa Allah merupakan tuhan di dunia dan akhirat, ketika diidhofafkan dengan lafaz ( الدين) makna ma’nanya ditakhshih (dikhususkan) menjadi yaumul hisab, yaumul qiyamah dsb, dikatakan juga bahwa kalimat (ملك) menunjukan kepemilikan Allah atas hukum diakhirat nanti yang tidak ada hukum lain selain hukum Allah yang berlaku (Ibnu Katsir;1;212), berdasarkan pembahasan ini dapat dilihat bahwa dimensi perjuangan persyerikatan Muhammadiyyah tetapi memalalui ayat ini diingatkan kepada kita berama bahwa kehidupan berorganisasi bukan merupakan kehidupan yang abadi tanpa adanya evaluasi, jauh ke depan akan ada evaluasi langsung dari Allah SWT diakhirat, Dimana ayat ini menjadi alat mudzakarah warga Muhammadiyyah dalam malaksanakan perjuangan da’wahnya.
Kelima, ayat selanjutnya (إياك نعبد و إياك نستعين) lafaz pertama yang berbunyi “iyyaka na’budu” bermakna pelepasan diri dari dari syirik dalam jenis apapun dengan cara meng Esakan Allah dalam setiap ibadah, lafaz kedua “iyyaka nastai’n” bermakna kepada Allah kita taat dan patuh terhadap semua perintah dan larangan tanpa terkecuali (Ibnu Katsir;1;215), dalam perspektif ilmu nahwu penggunaan lafaz “iyyaka” didepan fi’il menunjukan keadaan nafi (meniadakan pekerjaan tersebut) terhadap yang lain, dapat dimaknai bahwa kita hanya beribadah dan memohon segala sesuatu hanya kepada Allah dan menafikan (meniadakan) pertolongan makhluk. Jika kita megambil ruh tauhid dari ayat ini jelasalah bahwa memang dasar akidah Muhammadiyah yang berlandaskan Al Qur’an dan Sunnah berjuang dengan tujuan utama salah satunya guna memberantas segala jenis kemusyrikan, tahayyul dan khurafat yang dapat diilhami dalam Muqoddimah AD/ART Muhammadiyah.
Keenam, dalam lafaz(إهدنا الصراط المستقيم) maksud ayat ini adalah Allah menyuruh kita miminta, memohon, untuk menunjukan kepada kita kebenaran, atau dilalah (petunjuk) dalam menuju Al Mustaqim yang bermakna Al Islam serta semua hal yang ada didalamnya, (Abi Ya’qub Al Fairuzi,Tafsir Ibnu Abbas;1). Dalam ayat ini diketahui bahwa petunjuk Aqidah Muhmmadiyah adalah menerapkan Islam yang kaffah (keseluruhan dalam semua aspek kehidupan), serta tetap selalu memohon kepada Allah agar Muhammadiyah selalu dalam petunjuk hidayah yang diridhoinya.
Ketujuh, ayat terakhir/ ayat yang ketujuh dari surat Al Fatihah yang berbunyi
(صراط الذين أنعمت عليهم غير المغضوب عيهم ولاالضالين) maksudnya adalah jalan/petunjuk seperti jalannya para malaikat dan nabi-bai terdahulu yang diberikan keni’matan oleh Allah, dan bukan seperti jalan kaum yang “maghdhub” (dimurkai) seperti kaum yahudi, dan yang “dholllun” seperti kaum Nasrani(Ibnu Abi Hatim;1;31). Di sini terdapat pesan yang sangat diharapakan oleh Muhammadiyyah agar Persyerikatan ini dijauhkan dari murka dan kesesatan baik dari hal-hal yang berasal dari prilaku Tahayyul, Bid ah maupun khurafat.
Berdasarkan Pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Penggunaan Surat Al Fatihah sebagai Muqoddimah AD/ART Muhammadiyah bukan tanpa alasan dan landasan jauh ke depan, Muhammadiyah bertujan agar Perserikatan diharapkan dapat selalu berjalan dalam nilai-nilai dan batasan yang terkandung dalam surat Al Fatihah, serta diharapkan juga Agar isi kandungan dari surat Al Fatihah ini dapat menjadi standar operasional Persyarikatan dalam setiap tindak tanduk warga Muhammadiyah.
Catatan : Tulisan ini Pernah dimuat di Majalah warta Dakwah Muhammadiyyah Sumsel
*Artikel ini adalah artikel keislaman. Isi artikel ini menjadi tanggung jawab penulis dan tidak selalu mencerminkan pandangan Majelis Tarjih dan Tajdid