Alumni PUTM Sampaikan Paper Dalam Konferensi Internasional di Melbourne
Alumni PUTM Sampaikan Paper Dalam Konferensi Internasional di Melbourne
Melbourne. Baru-baru ini salah satu alumni PUTM (Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah), Niki Alma Febriana Fauzi berangkat ke Melbourne, Australia untuk menyampaikan paper-nya dalam sebuah konferensi internasional bertajuk International Conference and Cultural Event (ICCE) of Aceh. Konferensi ini diselenggarakan oleh Faculty of Arts Monash University dan keluarga besar Aceh yang ada di Australia, khususnya di Melbourne pada 26-28 September 2016.
Bertempat di gedung Sir Zelman Cowen School of Music Monash University, konferensi ini dihadiri oleh beberapa presenter dan peserta dari dalam dan luar Australia. Bertindak sebagai keynote speaker, yaitu para Indonesianis terkemuka seperti Prof. Anthony Reid, Prof. John Bowen dan Prof. Barbara Leigh, yang turut pula mengikuti seluruh rangkaian acara selama tiga hari.
Niki Alma Febriana Fauzi dalam konferensi ini menyampaikan makalah berjudul Muhammadiyah as A Tajdid Movement in Aceh: Negotiating Identity Between Modernism and Salafism. Ia dalam makalahnya mendiskusikan tentang bagaimana Muhammadiyah menegosiasikan identitas salafisme dan modernisme, terutama dalam konteks Islam di Aceh. Berangkat dari asumsi yang berkembang di sebagian masyarakat Aceh tentang Muhammadiyah yang sering diidentikkan sebagai Wahabi, Alma mencoba mendiskusikan isu tersebut dalam makalahnya.
Dalam kesimpulan makalahnya, alumni PUTM yang sedang melanjutkan master di University of Malaya, Malaysia tersebut menjelaskan: Pertama, meskipun Muhammadiyah membawa semangat Salafi dalam artian mengajak kembali kepada kemurnian dengan berlandaskan kepada al-Quran dan Sunnah, akan tetapi Muhammadiyah tetap mengakomodir semangat kemajuan zaman, toleran, tidak anti modernitas dan terbuka dengan perubahan dan ilmu pengetahuan. Ini pula yang membedakan antara Muhammadiyah dan Salafi, khususnya Salafi-Wahabi. Sehingga aspek kesamaan antara Muhammadiyah dan Salafi hanya terletak pada semangat untuk kembali kepada al-Quran dan Sunnah. Kedua, keterbukaan Muhammadiyah pada modernitas di satu sisi, dan prinsipnya yang kuat untuk kembali dan berpegang kepada al-Quran dan Sunnah di sisi yang lain, menjadi perpaduan yang dilakukan Muhammadiyah dalam mengkompromikan prinsip Salafisme dan modernisme. Hal ini seperti yang terkandung dalam makna tajdid yang menjadi semangat Muhammadiyah. Ketiga, tajdid Muhammadiyah di Aceh diaplikasikan dalam upayanya membentuk masyarakat Aceh sebagai Muslim yang berkemajuan dengan tetap menghargai pada prinsip-prinsip masyarakat Aceh dalam menerapkan qanun.