BERNIAT MEMBERSIHKAN HARTA UNTUK MENUTUP KERUGIAN BISNIS
Pertanyaan Dari:
Imam Makruf – Malang – Jatim, imam.makruf@yahoo.co.id
(disidangkan pada hari Jum’at, 21 Ramadan 1435 H / 18 Juli 2014)
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum wr. wb.
Saya sebelumnya bekerja di perusahaan swasta PMA yang ada fasilitas dana pensiunan dan dana jaminan hari tua. Ketika saya mencairkan kedua macam dana tersebut, saya dapati ada hasil pengembangan yang cukup besar. Sumber-sumber yang saya kaji menyatakan uang tersebut harus dikeluarkan cara-cara tertentu. Karena pada waktu itu saya sangat membutuhkan dana itu, saya berniat dalam hati akan membersihkan harta itu di lain kesempatan. Dua tahun ini saya melakukan bisnis, namun belum membuahkan hasil bahkan merugi cukup besar hingga hampir 2x lipat uang yang rencananya saya keluarkan untuk membersihkan harta tersebut. Pertanyaan saya, dapatkah saya mengeluarkan uang untuk menutup kerugian itu dengan niat membersihkan harta sesuai rencana saya sebelumnya ? Mengingat kondisi keuangan saya yang sangat kesulitan saat ini.
Mohon penjelasannya. Terima kasih
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Jawaban:
Wa’alaikumussalam. wr. wb.
Sebelumnya kami mengucapkan terima kasih atas pertanyaan bapak dan kami juga turut berempati terhadap persoalan yang bapak alami.
Bapak Imam Ma’ruf yang kami hormati, apa yang bapak alami patut diambil hikmahnya oleh kita semua. Bahwa kewajiban dan niat baik harus segera dilaksanakan dan tidak ditunda-tunda dengan berbagai alasan yang tidak termasuk alasan pokok (adh-dharuriyat) yang diperkenankan oleh agama. Terlebih lagi kesempatan untuk melakukan suatu kewajiban dan kebaikan tidak datang dua kali. Oleh sebab itu, niat yang baik terlebih lagi berupa kewajiban harus disegerakan sebagaimana yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya sebagai berikut:
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ . الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
[آل عمران، 3: 133-134]
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada syurga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang, dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” [QS. Ali Imran, 3: 133-134]
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنْ الدُّنْيَا
[رواه مسلم]
“Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda: Bersegeralah beramal sebelum datangnya fitnah seperti malam yang gelap gulita. Di pagi hari seorang laki-laki dalam keadaan mukmin, lalu kafir di sore harinya. Di sore hari seorang laki-laki dalam keadaan mukmin, lalu kafir di pagi harinya. Dia menjual agamanya dengan barang kenikmatan dunia.” [HR. Muslim]
Perlu diketahui bahwa selain melalui zakat, bagi orang yang mampu, membersihkan harta dapat pula dilakukan dengan infak dan sedekah, jika seseorang betul-betul belum mampu untuk menunaikan kewajiban zakat sesuai dengan ketentuan agama. Infak dan sedekah berfungsi untuk membersihkan harta sekaligus dapat menambah keberkahan harta dan membuka pintu-pintu rezeki, sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an dan hadis berikut ini:
مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِئَةُ حَبَّةٍ وَاللهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
[البقرة، 2: 261]
“Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” [QS. al-Baqarah, 2: 261]
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلَّا مَلَكَانِ يَنْزِلَانِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا وَيَقُولُ الْآخَرُ اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا
[رواه البخاري ومسلم]
“Dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi Saw bersabda: Tidak ada suatu hari pun ketika seorang hamba melewati paginya kecuali akan turun (datang) dua malaikat kepadanya lalu salah satunya berkata; “Ya Allah berikanlah pengganti bagi siapa yang menafkahkan hartanya, sedangkan yang satunya lagi berkata; Ya Allah berikanlah kehancuran (kebinasaan) kepada orang yang menahan hartanya (bakhil)”.” [HR. al-Bukhari dan Muslim]
Saat bapak bekerja di perusahaan swasta PMA dengan diberikan kelonggaran rezeki berupa gaji dan fasilitas dana pensiunan serta dana jaminan hari tua, maka saat itu sesungguhnya bapak berkewajiban untuk mengeluarkan zakatnya manakala penghasilan bapak tersebut telah memenuhi haul dan nisabnya, sebagaiman dijelaskan dalam al-Qur’an:
يَآ أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ اْلأَرْضِ وَلاَ تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآَخِذِيهِ إِلاَّ أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
[البقرة، 2: 267]
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” [QS. al-Baqarah, 2: 267]
Penghasilan bapak berupa gaji beserta dana pensiun dan dana jaminan hari tua dalam jumlah yang cukup besar itu tentu merupakan amanah sekaligus titipan Allah Swt., yang harus dikeluarkan zakatnya sebanyak 2.5 % setelah bapak keluarkan biaya administrasi, melunasi hutang dan kebutuhan pokok bapak dan keluarga, baik diniatkan maupun tidak.
Membersihkan harta dengan zakat merupakan kewajiban bagi orang yang mampu dengan syarat-syarat dan tujuan tertentu. Zakat memiliki banyak hikmah antara lain; untuk membersihkan harta, dan dalam rangka membantu orang-orang yang membutuhkan yang termasuk dalam delapan golongan (al-ashnaf ats-tsamaniyah) yang berhak menerima zakat, sebagaimana yang dijelaskan dalam al-Qur’an;
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
[التوبة، 9: 60]
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dilunakkan hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang terlilit hutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” [QS. at-Taubah, 9: 60]
Oleh karena itu, terkait dengan pertanyaan bapak; dapatkah bapak mengeluarkan uang untuk menutup kerugian itu dengan niat membersihkan harta sesuai rencana bapak sebelumnya? Menurut hemat kami, setelah mengkaji penjelasan ayat al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi saw tentang tata cara atau aturan hukum zakat dalam rangka membersihkan harta, tentu cara seperti itu tidak tepat dan tidak sesuai dengan aturan yang ada, baik dari aspek tata cara, distribusi zakat maupun ketentuan mustahiknya. Hal ini karena mensucikan harta dengan mengeluarkan zakat, infak atau sedekah harus diberikan kepada orang yang berhak menerimanya (mustahik), dan bukan untuk diri sendiri atau menjadikannya sebagai modal atau untuk menutup kerugian bisnis. Melaksanakan suatu perintah agama tentu sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh agama pula. Oleh sebab itu, berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi saw, bahwa zakat dapat membersihkan harta seseorang jika ditunaikan sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan oleh agama serta diperuntukkan bagi mustahik (orang yang berhak menerimanya), dan bukan untuk modal ataupun menutup kerugian bisnis dari orang yang mengeluarkannya.
Wallahu a’lam bish-shawab.
*Fatwa ini pernah dimuat di Majalah Suara Muhammadiyah No. 23 Tahun 2014