KETENTUAN BESARNYA JUMLAH INFAQ SESEORANG
Pertanyaan Dari:
Pimpinan Cabang Muhammadiyah Moga Pemalang Jawa Tengah
(disidangkan pada Jum’at, 23 Rabiul Awal 1430 H / 20 Maret 2009)
[Fatwa ini Pernah dimuat di Majalah Suara Muhammadiyah No. 12 Tahun 2009]
Pertanyaan
Apakah ada dalil atau ketentuan lain yang menyatakan berapa besarnya infaq yang harus dikeluarkan seseorang?
Jawaban
Sebelum menjawab pertanyaan saudara, perlu diketahui lebih dahulu perbedaan antara zakat, infaq, dan sedekah.
Zakat adalah nama bagi sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak menerimanya. Adapun infaq, menurut pengertian syari’at berarti mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan oleh ajaran Islam. Jika zakat ada nisab, infaq tidak mengenal nisab. Sedangkan pengertian sedekah menurut syara’ adalah sama dengan pengertian infaq, hanya saja jika infaq berkaitan dengan materi, sedekah memiliki arti yang lebih luas menyangkut hal yang juga bersifat non materi.
Seringkali kata-kata sedekah dipergunakan dalam al-Qur’an, tetapi maksud sebenarnya adalah zakat, misalnya dalam QS. at-Taubah (9): 60 dan 103. Dalam al-Qur’an juga didapati istilah infaq wajib, dalam artian memberikan nafkah pada keluarga.
لِيُنفِقۡ ذُو سَعَةٖ مِّن سَعَتِهِۦۖ وَمَن قُدِرَ عَلَيۡهِ رِزۡقُهُۥ فَلۡيُنفِقۡ مِمَّآ ءَاتَىٰهُ ٱللَّهُۚ لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِلَّا مَآ ءَاتَىٰهَاۚ سَيَجۡعَلُ ٱللَّهُ بَعۡدَ عُسۡرٖ يُسۡرٗا
[الطلاق، 65: 7]
Artinya: “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” [QS. ath-Thalaq (65): 7]
Dalam berinfaq tidak ada batasan tertentu berapa besarnya yang harus dikeluarkan. Karena infaq berbeda dengan zakat. Infaq dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman, baik yang berpenghasilan tinggi maupun rendah, apakah ia berada di saat lapang maupun di saat sempit. Allah swt berfirman:
ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلۡكَٰظِمِينَ ٱلۡغَيۡظَ وَٱلۡعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلۡمُحۡسِنِينَ
[آل عنران، 3: 134]
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” [QS. Ali Imran (3): 134]
Tatkala Nabi Muhammad saw menyeru kepada para shahabatnya agar menginfaqkan hartanya untuk kepentingan perang Tabuk, Umar ibn al-Khattab ra menginfaqkan sebagian hartanya, sedangkan Abu Bakar ash-Shiddiq ra menginfaqkan semua harta yang dimilikinya untuk kepentingan perang Tabuk. Apa yang dilakukan oleh sahabat Umar ibn al-Khattab ra dan Abu Bakar ra dalam menginfaqkan hartanya bukan karena unsur paksaan, akan tetapi karena tingkat keimanannya kepada Allah. Perlu diketahui juga bahwa dalam mengeluarkan infaq tidak ada unsur paksaan.
Dalam berinfaq, perlu diperhatikan hal-hal berikut:
- Tidak boleh berlebihan dalam mengeluarkan infaq.
- Memperhatikan agar hak-hak yang lebih penting tidak terabaikan.
- Menunaikan hal yang terlebih dahulu, seperti menafkahi hidup keluarga.
Jadi, tidak ada dalil atau ketentuan lain yang menyatakan berapa besarnya infaq yang harus dikeluarkan oleh seseorang. Firman Allah swt:
لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِلَّا وُسۡعَهَاۚ لَهَا مَا كَسَبَتۡ وَعَلَيۡهَا مَا ٱكۡتَسَبَتۡۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذۡنَآ إِن نَّسِينَآ أَوۡ أَخۡطَأۡنَاۚ رَبَّنَا وَلَا تَحۡمِلۡ عَلَيۡنَآ إِصۡرٗا كَمَا حَمَلۡتَهُۥ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِنَاۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلۡنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِۦۖ وَٱعۡفُ عَنَّا وَٱغۡفِرۡ لَنَا وَٱرۡحَمۡنَآۚ أَنتَ مَوۡلَىٰنَا فَٱنصُرۡنَا عَلَى ٱلۡقَوۡمِ ٱلۡكَٰفِرِينَ
[البقرة، 2: 286]
Artinya: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma’aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”.” [QS. al- Baqarah (2): 286]
Wallahu a’lam bish-shawab. *putm)