PUASA ORANG MATI YANG BISA DIGANTIKAN WALINYA
Pertanyaan dari:
Muhammad Rifqi Nuzuludin, di Manukan KM 80 VI/Blok 5 E No. 16 Surabaya
[Suara Muhammadiyah No. 11 & 12 tahun ke-81/1996]
Pertanyaan:
Dalam kitab Bulug al-Maram, hadits nomor 697 disebutkan:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ. متفق عليه
Artinya: dari ‘Aisyah bahwasannya Nabi saw. bersabda: “Barang siapa mati padahal punya kewajiban puasa, maka walinya berpuasa untuknya.” (HR. Muttafaq ‘Alaih)
Dari hadits di atas yang saya tanyakan:
- Puasa apa yang dimaksud hadits di atas, apakah puasa Ramadhan atau puasa Nazar?
- Siapakah wali yang dimaksud?
Jawaban:
- Puasa yang dimaksud adalah puasa wajib, yaitu puasa Ramadhan atau puasa Nazar. Hal ini berdasarkan bunyi hadits itu sendiri, yaitu kata wa’alaihi siyamu, (dan ia berkewajiban puasa), sedangkan puasa yang wajib itu ada dua yaitu puasa Ramadhan dan puasa Nazar. Dalam pada itu terdapat beberapa hadits lain yang berkaitan dengan hadits di atas, diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Ibnu ‘Abbas:
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ أُمِّي مَاتَتْ وَعَلَيْهَا صَوْمُ شَهْرٍ أَفَأَقْضِيهِ عَنْهَا؟ قَالَ: نَعَمْ قَالَ فَدَيْنُ اللهِ أَحَقُّ أَنْ يُقْضَى
Artinya: Seorang anak laki-laki datang menghadap Nabi saw. kemudian berkata: ya Rasulullah sungguh ibu saya telah wafat padahal ia punya kewajiban puasa satu bulan, apakah saya dapat berpuasa menggantikannya, Nabi menjawab: “Ya”, selanjutnya Nabi bersabda: “Hutang kepada Allah lebih berhak untuk ditunaikan.”
أَنَّ امْرَأَةً أَتَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ إِنَّ أُمِّى مَاتَتْ وَعَلَيْهَا صَوْمُ شَهْرٍ. فَقَالَ « أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَيْهَا دَيْنٌ أَكُنْتِ تَقْضِينَهُ ». قَالَتْ نَعَمْ. قَالَ « فَدَيْنُ اللَّهِ أَحَقُّ بِالْقَضَاءِ.
Artinya: Seorang anak perempuan datang menghadap Rasul saw. lalu berkata: sungguh ibu saya telah meninggal padahal ia punya kewajiban puasa satu bulan. Nabi bertanya: “Bagaimana pendapatmu seandainya ibumu mempunyai hutang, apakah kamu akan membayarnya?”, ia menjawab: Ya, maka Nabi bersabda: “Hutang kepada Allah lebih berhak untuk dilaksanakan.”
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Ahmad, an-Nasa’i dan Abu Dawud dari Ibnu ‘Abbas disebutkan:
أَنَّ امْرَأَةً رَكِبَتِ الْبَحْرَ فَنَذَرَتْ إِنِ اللهُ نَجَّاهَا أَنْ تَصُومَ شَهْرًا فَأَنْجَاهَا اللهُ فَلَمْ تَصُمْ حَتَّى مَاتَتْ، فَجَاءَتْ قَرَابَةٌ لَهَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَذَكَرَتْ ذَلِكَ ، فَقَالَ: ” صُومِي عَنْهَا “. اخرجه احمد والنسائى وابو داود
Artinya: Bahwa ada seorang perempuan berlayar mengarungi lautan lalu ia bernazar seandainya Allah menyelamatkannya ia akan berpuasa satu bulan, ternyata Allah menyelamatkannya, tapi sampai meninggal ia belum berpuasa, karena itu lalu keluarganya datang menghadap Rasulullah saw. menerangkan hal tersebut, maka Nabi bersabda: “Bepuasalah untuknya.”
Imam Muslim meriwayatkan juga hadits ini dari Ibnu ‘Abbas, tapi dengan matan sedikit berbeda.
Dari beberapa riwayat di atas menunjukkan bahwa apabila seseorang berkewajiban puasa, kemudian ia meninggal dan belum sempat melaksanakannya, maka walinya menggantikan puasanya itu. Dalam riwayat-riwayat di atas juga disebutkan bahwa yang datang menghadap Nabi saw. dan yang diperintahkan untuk menggantikan puasa itu berbeda-beda, satu riwayat menyebutkan anak laki-lakinya, dalam riwayat yang lain disebutkan anak perempuannya, bahkan kerabatnya (keluarganya). Dengan demikian yang dimaksud dengan wali dalam hadits ‘Aisyah di atas bisa orang tuanya, anaknya atau keluarganya (kerabatnya) yang lain, seperti saudaranya atau pamannya.