MENIKAHKAN ANAK DENGAN BESAN YANG SAMA
Pertanyaan Dari:
Bapak Suhardi di Yogyakarta
Tanya:
A dan B berbesanan, karena putra laki-laki A dinikahkan dengan anak perempuan B. Merasa sudah cocok dalam berbesanan dengan B, sekarang A bermaksud menikahkan anaknya yang lain juga dengan putranya B. Apakah boleh hal ini dilakukan?
Jawab:
Untuk melihat boleh tidaknya seorang laki-laki nikah dengan seorang perempuan harus diketahui dahulu ada tidaknya larangan perkawinan antara keduanya. Menurut Islam, ada beberapa kriteria perempuan dilarang dinikahi, yaitu karena mempunyai hubungan nasab dengan laki-laki yang akan menikahinya, mempunyai hubungan musaharah atau persemendaan, mempunyai hubungan rada’ (persusuan), karena berbeda agama, dan karena sebab-sebab yang lain. Larangan perkawinan itu ada yang bersifat selamanya dan ada yang hanya untuk sementara waktu saja. Sebagian dari orang-orang yang dilarang melakukan perkawinan tersebut disebutkan dalam firman Allah surat an-Nisa’ ayat 22-23:
وَلَا تَنكِحُواْ مَا نَكَحَ ءَابَآؤُكُم مِّنَ ٱلنِّسَآءِ إِلَّا مَا قَدۡ سَلَفَۚ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةٗ وَمَقۡتٗا وَسَآءَ سَبِيلًا. حُرِّمَتۡ عَلَيۡكُمۡ أُمَّهَٰتُكُمۡ وَبَنَاتُكُمۡ وَأَخَوَٰتُكُمۡ وَعَمَّٰتُكُمۡ وَخَٰلَٰتُكُمۡ وَبَنَاتُ ٱلۡأَخِ وَبَنَاتُ ٱلۡأُخۡتِ وَأُمَّهَٰتُكُمُ ٱلَّٰتِيٓ أَرۡضَعۡنَكُمۡ وَأَخَوَٰتُكُم مِّنَ ٱلرَّضَٰعَةِ وَأُمَّهَٰتُ نِسَآئِكُمۡ وَرَبَٰٓئِبُكُمُ ٱلَّٰتِي فِي حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ ٱلَّٰتِي دَخَلۡتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمۡ تَكُونُواْ دَخَلۡتُم بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡكُمۡ وَحَلَٰٓئِلُ أَبۡنَآئِكُمُ ٱلَّذِينَ مِنۡ أَصۡلَٰبِكُمۡ وَأَن تَجۡمَعُواْ بَيۡنَ ٱلۡأُخۡتَيۡنِ إِلَّا مَا قَدۡ سَلَفَۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ غَفُورٗا رَّحِيمٗا
[النساء (4): 22-23]
Artinya: “Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Dari ayat di atas dapat diketahui bahwa seorang laki-laki dilarang kawin dengan seorang perempuan karena:
- Antara keduanya mempunyai hubungan nasab, dalam hal ini seorang laki-laki dilarang menikahi ibunya, anak perempuannya, saudari perempuannya, bibinya, anak perempuan dari saudara atau saudarinya.
- Antara keduanya mempunyai hubungan persusuan. Jadi seorang laki-laki dan seorang perempuan yang pernah disusukan oleh ibu/perempuan yang sama, maka antara keduanya dilarang menikah. Keharaman karena susuan ini juga diperluas tidak hanya antara saudara sesusuan saja, tapi seperti keharaman karena nasab sebagaimana dalam butir a di atas. Hal ini berdasarkan sabda Nabi saw:
[يَحْرُمُ مِنْ الرَّضَاعَةِ مَا يَحْرُمُ مِنْ الْوِلَادَةِ [رواه مسلم عن عائشة
Artinya: “Diharamkan karena susuan seperti yang diharamkan karena kelahiran” [HR. Muslim dari ‘Aisyah]
- Antara keduanya ada hubungan persemendaan (musaharah). Wanita yang haram dikawini karena hubungan semenda ialah: ibu tiri atau wanita bekas isteri ayahnya; ibu mertua dan nenek dari isteri baik dari garis ibu maupun ayahnya dan seterusnya ke atas; anak tiri dengan syarat telah terjadi hubungan seksual antara suami dengan ibu anak tersebut; menantu, yaitu isteri dari anak laki-laki-nya atau isteri dari cucunya.
Wanita-wanita tersebut keharamannya untuk dinikahi bersifat selamanya. Selain itu masih ada wanita yang haram dinikahi untuk sementara waktu antara lain:
- Memadu atau mengumpulkan dua wanita yang bersaudara dalam waktu yang bersamaan. Termasuk dalam hal ini memadu antara seorang wanita dengan bibinya, sebagaimana disebutkan dalam hadis Nabi riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُجْمَعُ بَيْنَ الْمَرْأَةِ وَعَمَّتِهَا وَلَا بَيْنَ الْمَرْأَةِ وَخَالَتِهَا
[رواه البخاري ومسلم]
Artinya: “Bersabda Rasulullah saw: Tidak boleh mengumpulkan (mengawin) antara seorang perempuan dengan saudari ayahnya dan antara seorang perempuan dengan saudari ibunya.”
- Mengawini wanita yang tidak beragama Islam dan bukan ahli kitab.
- Mengawini wanita yang sedang menjalani iddah.
- Mengawini wanita yang masih menjadi isteri orang lain.
- Mengawini bekas isterinya yang telah ditalak tiga, kecuali setelah dikawini oleh orang lain dan telah dikumpuli terlebih dahulu dan telah diceraikannya. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 230:
فَإِن طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُۥ مِنۢ بَعۡدُ حَتَّىٰ تَنكِحَ زَوۡجًا غَيۡرَهُۥۗ فَإِن طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡهِمَآ أَن يَتَرَاجَعَآ إِن ظَنَّآ أَن يُقِيمَا حُدُودَ ٱللَّهِۗ وَتِلۡكَ حُدُودُ ٱللَّهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوۡمٖ يَعۡلَمُونَ
[البقرة (2): 230]
Artinya: “Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.”
Apabila putra yang Bapak maksudkan untuk dinikahkan tersebut tidak ada halangan melakukan pernikahan dengan calon isterinya seperti disebutkan di atas, maka boleh-boleh saja, karena kalau hanya besan yang sama bukan merupakan larangan untuk melakukan perkawinan. Kami kemukakan persoalan ini agak panjang lebar supaya bisa dipedomani baik oleh Bapak sendiri maupun oleh yang lain.