[Suara Muhammadiyah No. 09 tahun ke-81/1996]
Pertanyaan:
- Waktu saya mengikuti Munas Tarjih Muhammadiyah XXIII di Banda Aceh, memperoleh pengalaman sebagai berikut: pada subuh hari Jum’at sesudah iqamat seorang yang sudah sepuh bertindak menjadi imam, sebelumnya ia memberi tahu bahwa nanti akan membaca surat As-Sajdah dan sujud tilawah dalam shalat karena bertepatan dengan hari Jum’at akan memperoleh pahala besar. Semua yang hadir secara diam-diam menyetujui.
Pertanyaan saya apakah ada dalilnya bahwa sujud tilawah yang dikhususkan pada shalat subuh di hari Jum’at akan memperoleh pahala yang besar? Kalau tidak ada dalilnya apakah itu tidak berarti bid’ah.
- Pada waktu shalat di atas imam yang bersangkutan dalam membaca takbir memanjangkan bacaan huruf hamzah dan lam jalalah serta huruf ba dalam takbiratul ihram dan takbir intiqal lebih dari tiga alif, dia membaca: Aaaaallaaaaahu Akbaaaaar. Bacaan tersebut jelas menyimpang dari qaidah bahasa Arab. Persoalan ini menimbulkan pertanyaan, bagaimana hukum shalatnya, dan bagaimana pula shalatnya makmum, karena shalatnya imam tidak sempurna (panjang pendeknya bacaan), sementara dalam hadits riwayat Bukhari Rasulullah saw bersabda: “Mereka shalat bersama kamu, jika shalatmu benar maka bagimu pahala, jika mereka salah tetap bagimu pahala dan mereka menanggung resikonya.”
Jawaban:
- Mengenai sujud tilawah dapat dikemukakan sebagai berikut:
- Hukum Sujud Tilawah
Ketika Nabi khutbah Jum’at membaca surat an-Nahl, ketika sampai pada ayat Sajdah, Nabi sujud tilawah dan diikuti oleh para jama’ah. Pada Jum’at berikutnya Nabi membaca yang sama, dan ketika sampai pada ayat sajdah Nabi bersabda:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا لَمْ نُؤْمَرْ بِالسُّجُودِ فَمَنْ سَجَدَ فَقَدْ أَصَابَ وَمَنْ لَمْ يَسْجُدْ فَلاَ إِثْمَ عَلَيْهِ. رواه البخارى
Artinya: “Wahai para manusia, sesungguhnya kami tidak diperintah untuk sujud (tilawah). Barang siapa sujud ia dapat pahala, dan yang tak sujud tidak berdosa.” (HR. Bukhari)
Hadits lain riwayat Jama’ah kecuali Ibnu Majah dan Zaid bin Tsabit, ketika membaca surat an-Najm juga tidak sujud tilawah. Maka hukum sujud tilawah adalah sunnah.
- Fadilahnya
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَرَأَ ابْنُ آدَمَ السَّجْدَةَ فَسَجَدَ اعْتَزَلَ الشَّيْطَانُ يَبْكِي يَقُولُ يَا وَيْلَهُ!…رواه احمد
Artinya: “Dari Abu Hurairah berkata, Nabi bersabda: Apabila anak Adam membaca ayat Sajdah kemudian sujud tilawah, maka enyahlah syaitan sambil menangis dan berkata “celaka…”
Hadits di atas secara eksplisit tidak meenyebutkan fadilah sujud tilawah, tetapi secara implisit sujud tilawah itu fadilahnya besar, dalam hadits di atas digambarkan karena orang melakukan sujud tilawah, syetan akan menjauh.
- Membaca surah “As-Sajdah” pada subuh hari Jum’at, diterangkan bahwa Nabi membaca surah “Alif Lam Mim, Tanzil, As Sajdah dan surah Al Insan/Ad Dahr”, keduanya dibaca sampai selesai pada rakaat pertama dan kedua.
Dengan demikian membaca surah As Sajdah pada shalat subuh di hari Jum’at pernah dilakukan Nabi.
- Adapun hukum shalat karena imam membaca takbir tidak sesuai panjang pendeknya, hukum shalatnya/jama’ahnya sah hanya saja kurang sempurna. Dalam sebuah hadits disebutkan:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانُوا ثَلاَثَةً فَلْيَؤُمَّهُمْ أَحَدُهُمْ وَأَحَقُّهُمْ بِالإِمَامَةِ أَقْرَؤُهُمْ. رواه احمد ومسلم والنسائى
Artinya: “Dari Abu Sa’id mengatakan bahwa Nabi bersabda: Apabila mereka ada tiga orang maka hendaklah salah seorang dari mereka menjadi imam (shalat), dan yang lebih berhak adalah yang aqra’.” (HR. Ahmad, Muslim dan an-Nasa’i)
Berdasarkan hadits Amer bin Salamah arti aqra’ adalah: lebih banyak hafal ayat-ayat al-Qur`an.
Sehubungan dengan hal tersebut dianjurkan kepada ta’mir masjid untuk memilih/menentukan orang dari jama’ah yang bisa diserahi menjadi imam shalat (secara rawatib atau bergiliran).
Mengenai hukum shalat ma’mum ada hadits yang menyebutkan sebagai berikut:
Dari Sahal, ia berkata bahwa Nabi bersabda: Imam adalah orang yang menjamin/menanggung (shalat jama’ah) kalau baik ia dan ma’mum berhak atas pahala shalat, tetapi bila tidak baik ia yang bertanggung jawab. Disamping itu ada sebuah hadits shahih dari Umar bahwa ia shalat bersama-sama dengan orang, ia sedang junub tetapi tidak mengetahuinya. Kemudian Umar mengulangi shalat, sedang orang-orang (ma’mum) tidak mengulangi.
Berdasar dua hadits di atas maka shalat makmum sah.