UANG PESANGON DAN UANG TASPEN APAKAH TERMASUK HARTA GONO-GINI
Pertanyaan Dari:
Seorang ibu di Keprabon Lor, Banjarsari, Surakarta
(yang bersangkutan meminta namanya supaya tidak disebutkan secara jelas)
Tanya:
Saya seorang isteri (62 tahun) baru saja mendapat musibah, karena suami saya meninggal. Anak saya berjumlah 4 orang (2 putra dan 2 putri) kesemuanya sudah menikah. Orang tua saya semuanya sudah meninggal, tetapi mertua saya (bapak dari suami saya) masih hidup. Sebelum menikah saya sudah bekerja, hingga akhirnya pada suatu saat saya akan dimutasi ke Jakarta, tetapi saya menolak dengan alasan anak-anak masih kecil dan almarhum suami saya juga tidak bisa meninggalkan pekerjaannya. Akhirnya saya keluar dari pekerjaan dan mendapat uang pesangon. Setelah bermusyawarah dengan suami saya, almarhum suami menyatakan bahwa dia tidak mau turut campur dengan uang pesangon tersebut dan menyerahkan sepenuhnya kepada saya. Akhirnya uang tersebut saya simpan di Bank atas nama saya sampai sekarang dan rencananya akan saya gunakan untuk ongkos naik haji. Setelah meninggal, suami saya juga mendapat uang Taspen.
Adapun yang saya tanyakan adalah:
- Apakah uang pesangon saya termasuk harta gono-gini meskipun suami saya tidak ikut campur terhadap keberadaan uang tersebut? Apabila termasuk harta gono-gini apakah bapak mertua saya berhak mendapat uang tersebut dan berapa besarnya?
- Apakah bapak mertua saya juga berhak mendapat uang Taspen suami saya?
Hal ini mengingat saya masih memerlukan uang tersebut untuk biaya hidup saya di hari tua sampai saya dipanggil Allah swt, sebab kalau hanya mengandalkan uang pensiun dari almarhum suami, kurang mencukupi.
Jawab:
Kriteria harta gono-gini dalam hukum adat dan bisa diterima keberadaannya oleh Islam atas dasar syirkah, antara lain adalah harta yang dihasilkan selama perkawinan. Karena ibu sendiri sudah bekerja sejak sebelum nikah, maka pesangon yang ibu terima bukan sepenuhnya harta gono-gini, sebagiannya ada yang termasuk harta pribadi ibu. Hanya saja kemungkinan sulit untuk memperhitungkan berapa persen yang masuk harta pribadi dan berapa persen yang termasuk gono-gini, maka tidak ada salahnya kalau semuanya dimasukkan sebagai harta gono-gini. Demikian halnya dengan uang Taspen almarhum suami ibu juga termasuk harta gono-gini, sekalipun uang tersebut baru diterima setelah suami ibu meninggal dunia, karena Taspen itu berkaitan dengan hak seseorang sebagai PNS kalau pensiun.
Mengenai pembagian harta gono-gini apabila suami isteri itu cerai atau meninggal dunia, dibagi dua bagian lebih dahulu, separoh untuk suami dan separohnya lagi untuk isteri. Hanya saja tentang uang pesangon ibu karena suami ibu telah merelakannya untuk tidak diberi bagian dan mi bisa dibuktikan atau diterima oleh para ahli waris, termasuk oleh bapak mertua, maka uang tersebut sepenuhnya milik ibu. Akan tetapi apabila hal ini tidak disepakati/tidak diterima oleh para ahli waris, maka tetap harus dibagi dua bagian. Bagiannya suami, baik itu dari uang pesangon maupun uang Taspen, merupakan harta warisan yang dibagi di antara para ahli waris. Ibu sendiri masih berhak mendapat bagian sebagai ahli waris (isteri) sebesar seperdelapan bagian. Selengkapnya pembagian tersebut sebagai berikut:
Ibu (sebagai isteri) berhak mendapat 1/8 bagian berdasarkan ketentuan surat an-Nisa’ ayat 12. Bapak mertua (ayah dari pewaris) mendapat 1/6 bagian dan sisanya untuk putra-putri ibu/ suami ibu sebagai asabah, dengan ketentuan anak laki-laki mendapat bagian dua kali lipat dari bagiannya anak perempuan. Besarnya bagian ayah dan bagian anak diatur dalam surat an-Nisa’ ayat 11. Namun demikian apabila putra-putri ibu dan bapak mertua merelakan bagiannya untuk ibu pergunakan sendiri (dalam hal ini untuk biaya ongkos naik haji) boleh-boleh saja setelah mereka tahu akan hak-haknya. Hal ini dikarenakan warisan itu merupakan hak dan apabila mereka merelakan haknya/bagiannya diberikan kepada yang lain, hal ini diperbolehkan.