FatwaProduk

FUNGSI SUTRAH DALAM SHALAT

FUNGSI SUTRAH DALAM SHALAT

Pertanyaan Dari:

Darmawan, Bogor, KTAM 1201-5580-511658

(disidangkan pada Jum’at, 17 Syawal 1429 H /  17 Oktober 2008 M)

 

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Kepada Pengasuh Rubrik Tanya Jawab Agama. Bersama ini saya ingin menanyakan masalah SUTRAH (Pembatas dalam sholat):

  1. Mohon dijelaskan makna dan fungsi sutrah tersebut.
  2. Bagaimana penggunaannya pada waktu sekarang?
  3. Apakah sholat di dalam masjid masih diperlukan sutrah? (sholat sendiri atau berjamaah)

Terima kasih atas penjelasannya, apabila ada kesalahan menulis mohon maaf.

Wassalam.

 

Jawaban:

Pertanyaan yang hampir sama pernah pula diajukan kepada Tim Fatwa Agama Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah beberapa waktu yang lalu dan telah dijawab dan dimuat di Rubrik Tanya Jawab Agama Majalah Suara Muhammadiyah. Namun demikian, agar lebih jelas berikut ini jawaban atas pertanyaan saudara.

  1. Dimaksudkan dengan sutrah, ialah: batas shalat yang diletakkan di depan tempat sujud yang berfungsi sebagai penghalang agar tidak dilewati oleh orang atau binatang, yang dimaksudkan untuk menghormati orang yang sedang shalat. Adapun hadis-hadis yang menjelaskannya, antara lain ialah:

ا- عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ تُصَلِّ إِلاَّ إِلَى سُتْرَةٍ، وَلاَ تَدَعْ أَحَدًا يَمُرُّ بَيْنَ يَدَيْكَ، فَإِنْ أَبَى فَلْتُقَاتِلْهُ، فَإِنَّ مَعَهُ الْقَرِينَ

[رَوَاهُ مُسْلِمٌ؛ رقم: 260]

ب- عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيُصَلِّ إِلَى سُتْرَةٍ وَلْيَدْنُ مِنْهَا وَلاَ يَدَعْ أَحَدًا يَمُرُّ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا فَإِنْ جَاءَ أَحَدٌ يَمُرُّ فَلْيُقَاتِلْهُ فَإِنَّهُ شَيْطَانٌ

[رواه أبو داود، رقم: 697]

ج- عَنْ سَهْلِ بْنِ أَبِي حَثْمَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ إِلَى سُتْرَةٍ فَلْيَدْنُ مِنْهَا لاَ يَقْطَعُ الشَّيْطَانُ عَلَيْهِ صَلاَتَهُ. وَفِي رِوَايَةٍ: إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَتِرْ، وَلْيَقْتَرِبْ مِنَ السُّتْرَةِ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَمُرُّ بَيْنَ يَدَيْهِ

[رواه أحمد: 4/2]

Artinya:

a) “Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a. ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Janganlah mengerjakan shalat kecuali menghadap sutrah dan janganlah membiarkan seseorang lewat di depanmu, jika ia tidak menghiraukan, maka halangilah ia dengan sekuat tenaga, sebab ada teman bersamanya.” [HR. Muslim, No. 26]

b) “Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri r.a. ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Apabila salah seorang di antara kamu melakukan shalat, maka shalatlah dengan menghadap ke sutrah, dan mendekatlah kepadanya, dan janganlah membiarkan seseorang lewat di antara dia dan sutrah. Jika seseorang datang melewatinya, maka halangilah dengan sekuat tenaga, sebab dia adalah syaitan.” [HR. Abu Dawud, No. 697]

c) “Diriwayatkan dari Abu Sahl bin Abi Hatsmah r.a., dari Nabi saw: Apabila seseorang di antaramu shalat dengan menghadap kepada sutrah, maka mendekatlah kepadanya, agar syaitan tidak memotong (mengganggu) shalatmu. Dari riwayat lainnya sebagai berikut: Apabila seseorang di antaramu mengerjakan shalat, maka pasanglah sutrah dan mendekatlah kepadanya, sebab syaitan suka lewat di depannya.” [Ditakhrijkan oleh Ahmad: 4/2]

Pendapat para ulama:

a. As-Safarini berpendapat bahwa penggunaan sutrah dalam shalat adalah sunnah, sebagaimana disepakati para ulama.

b. Imam Malik berpendapat wajib berdasarkan hadis-hadis di atas.

c. Abu Ubaidah berpendapat: bahwa makmum tidak wajib menggunakan sutrah, karena sutrah dalam shalat jama’ah sudah ditanggung oleh imam. Maka setiap makmum sutrahnya adalah orang yang ada di depannya, tetapi makmum yang berada di shaf paling depan harus mencegah orang lewat di depannya. Pendapat ini berdasarkan hadis dari Ibni ‘Abbas:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ جِئْتُ أَنَا وَالفَضْلُ عَلَى أَتَانٍ وَرَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِعَرَفَةَ، فَمَرَرْنَا عَلَى بَعْضِ الصَّفِّ فَنَزَلْنَا وَتَرَكْنَاهَا تَرْتَعُ وَدَخَلْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الصَّلاَةِ فَلَمْ يَقُلْ لَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا

[أخرجه مسلم 504]

“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas: Saya datang bersama al-Fadl naik keledai, sedang Rasulullah saw berada di ‘Arafat. Kemudian kami melewati sebagian shaf, lalu kami turun, dan kami tinggalkan keledai itu bersenang-senang (makan rumput). Dan kami bersama Rasulullah saw masuk dalam shalat, beliau tidak mengucapkan kata-kata sedikitpun.” [HR. Muslim, No. 504]

d. Ibnu Abdil Bar berpendapat: hadis yang diriwayatkan Ibnu ‘Abbas tersebut mentakhshish hadis yang diriwayatkan Abu Sa’id yang berbunyi: “Apabila seseorang di antaramu shalat, maka janganlah membiarkan seseorang lewat di depannya” hadis ini ditakhsish dengan shalat Imam dan shalat munfarid (sendirian). Maka bagi makmum, tidak mengapa apabila ada orang lewat di depannya.

Dari penjelasan tersebut, kami berpendapat bahwa sutrah disunnahkan bagi imam saja.

2. Pada masa kini, baik bagi imam maupun bagi makmum di masjid-masjid sudah dipasang kain sajadah yang dapat dijadikan sebagai sutrah. Maka tidak perlu lagi memasang sutrah secara khusus.

Wallahu a’lam bish-shawab. *sd)

 

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button