PEMBERI KULTUM TARAWIH TIDAK MENGIKUTI SHALAT TARAWIH
Pertanyaan Dari:
Daming, Makassar, Sulawesi Selatan
(disidangkan pada hari Jum’at, 10 Jumadilawal 1435 H / 9 Mei 2014 M)
Pertanyaan:
Bagaimakah jika sesorang yang memberikan ceramah atau kultum pada shalat tarawih bulan Ramadhan akan tetapi dia tidak mengikuti shalat tarawih (hadir hanya memberikan ceramah/kultum saja)?
Jawaban:
Wa ‘alaikumus-salam w. w.
Terima kasih atas pertanyaan Bapak. Shalat tarawih merupakan salah satu amal ibadah yang disyari’atkan oleh Allah bagi para hamba-Nya di bulan Ramadhan dan sudah menjadi kesepakatan para ulama. Namun jika kita berbicara mengenai shalat tarawih secara berjamaah maka kita akan melihat kembali sejarah bagaimana hal ini dicontohkan oleh Umar bin Khattab ketika beliau menjabat sebagai khalifah, karena sebelumnya shalat tarawih pada zaman Rasulullah saw masih dikerjakan sendiri-sendiri meskipun di beberapa kesempatan juga pernah dikerjakan secara berjama’ah. Sebagaimana hadis berikut:
حديث عَائِشَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم خَرَجَ ذَاتَ لَيْلَةٍ مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ فَصَلَّى فِي الْمَسْجِدِ، فَصَلَّى رِجَالٌ بِصَلاَتِهِ، فَأَصْبَحَ النَّاسُ فَتَحَدَّثُوا، فَاجْتَمَعَ أَكْثَرُ مِنْهُمْ فَصَلَّوْا مَعَهُ، فَأَصْبَحَ النَّاسُ فَتَحَدَّثُوا، فَكَثُرَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ مِنَ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ، فَخَرَجَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَصَلَّوا بِصَلاَتِهِ، فَلَمَّا كَانَتِ اللَّيْلَةُ الرَّابِعَةُ عَجَزَ الْمَسْجِدُ عَنْ أَهْلِهِ حَتَّى خَرَجَ لِصَلاَةِ الصُّبْحِ؛ فَلَمَّا قَضَى الْفَجْرَ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ فَتَشَهَّدَ ثُمَّ قَالَ: أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّهُ لَمْ يَخْفَ عَلَيَّ مَكَانُكُمْ، لكِنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ فَتَعْجِزُوا عَنْهَا.
[أخرجه البخاري]
Artinya: “Hadis dari ‘Aisyah, bahwa Rasulullah saw pada suatu malam keluar di tengah malam untuk melaksanakan shalat di masjid, kemudian orang-orang mengikuti beliau dan shalat di belakangnya. Pada waktu paginya orang-orang membicarakan kejadian tersebut. Kemudian (pada malam berikutnya) orang-orang yang berkumpul bertambah banyak lalu ikut shalat dengan beliau. Dan pada waktu paginya orang-orang kembali membicarakan kejadian tersebut. Kemudian pada malam yang ketiga orang-orang yang hadir di masjid semakin bertambah banyak lagi, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar untuk shalat dan mereka shalat bersama beliau. Kemudian pada malam yang keempat, masjid sudah penuh dengan jama’ah hingga akhirnya beliau keluar hanya untuk shalat Shubuh. Setelah beliau selesai shalat Fajar, beliau menghadap kepada orang banyak membaca syahadat lalu bersabda: “Amma ba’du, sesungguhnya aku bukannya tidak tahu keberadaan kalian (semalam). Akan tetapi aku takut shalat tersebut akan diwajibkan atas kalian, sementara kalian tidak mampu.” [HR. al-Bukhari]
Lalu pada masa Umar bin Khattab barulah shalat tarawih dikerjakan secara berjam’ah dengan dipimpin oleh satu imam. Sebagaimana keterangan berikut:
عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِيِّ، قَالَ: خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ لَيْلَةً فِي رَمَضَانَ إِلَى الْمَسْجِدِ، فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ، يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ، وَيُصَلِّي الرَّجُلُ فَيُصَلِّي بِصَلَاتِهِ الرَّهْطُ، فَقَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: وَاللهِ إِنِّي لَأَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلَاءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ، لَكَانَ أَمْثَلَ، ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ، قَالَ: ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى، وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلَاةِ قَارِئِهِمْ، فَقَالَ عُمَرُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: ” نِعْمَتِ الْبِدْعَةُ هَذِهِ. أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيُّ فِي الصَّحِيحِ
[أخرجه البخاري]
Artinya: “Diriwayatkan dari Ibnu Syihab, dari ‘Urwah bin az-Zubair, dari Abdurrahman bin Abdul Qariy beliau berkata: Aku pergi bersama Umar bin Khattab ra. pada suatu malam di bulan Ramadhan untuk ke Masjid, (dalam masjid tersebut kami melihat) orang-orang shalat tarawih berbeda-beda, ada yang shalat sendiri-sendiri dan ada juga yang shalat berjama’ah, lalu Umar berkata: “Aku punya pendapat andai saja mereka aku kumpulkan dalam jama’ah satu imam, niscaya itu lebih bagus.” Lalu beliau mengumpulkan mereka dengan seorang imam, yakni Ubay bin Ka’ab. Kemudian pada malam berikutnya, kami datang lagi ke masjid. Orang-orang sudah melaksanakan shalat tarawih dengan berjama’ah di belakang satu imam. Umar berkata: “Sebaik-baiknya bid’ah adalah ini (shalat tarawih dengan berjama’ah)”. [HR. al-Bukhari]
Dalam kaitannya dengan perilaku Umar bin Khattab, di dalam sebuah hadis disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا أَبُو أُمَيَّةَ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ، عَنْ ثَوْرِ بْنِ يَزِيدَ، عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَمْرٍو السُّلَمِيِّ، عَنْ عِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ مِنْ بَعْدِي وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
[رواه أحمد وأبو داود والترمذى]
Artinya: “Abu Umayyah telah menceritakan kepada kami, bahwa ia berkata: Abu ‘Asim telah meneritakan kepada kami, dari Tsaur bin Yazid, dari Khalid bin Ma’dan, dari Abdurrahman bin ‘Amr as-Sulamiyyi, dari ‘Irbad bin Sariyah ia berkata, Rasulullah saw bersabda: “ikutilah sunnahku dan sunnah para al-Khulafa’ ar-Rasyidin yang telah mendapat petunjuk setelahku dan berpegang teguhlah kalian di atas jalan mereka dengan gigi geraham.” [HR. Ahmad, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi]
Dengan dasar inilah maka shalat tarawih yang kita lakukan secara berjama’ah, namun itu bukan merupakan suatu keharusan/kewajiban.
Tentang kultum shalat tarawih, hal itu belum pernah ada ketika zaman Rasulullah saw atau para sahabat. Hal tersebut merupakan salah satu kegiatan untuk mengisi waktu pada bulan Ramadhan dalam rangka meningkatkan keilmuan dan keislaman para jama’ah. Dalam kaitannya dengan shalat tarawih, kultum tidak termasuk rangkaian ibadah mahdhah, melainkan ibadah ghairu mahdhah.
Ketika seorang da’i atau mubaligh menyampaikan ceramah atau kultum tarawih tersebut tidak ada hubungannya dengan shalat tarawih. kultum tarawih adalah salah satu ‘urf atau kebiasaan yang hanya ada di Indonesia atau di wilayah Asia Tenggara saja. Oleh karena itu boleh saja jika seorang mubaligh tersebut menyampaikan kultum tapi tidak mengikuti shalat tarawih yang mungkin dikarenakan ada suatu keperluan, Namun, seorang da’i atau mubaligh sebaiknya mengikuti shalat tarawih bersama. Oleh karena itu, ketika memang ada suatu hal yang mengharuskannya untuk tidak bisa mengikuti shalat bersama dengan jama’ahnya, hendaknya ia menyampaikan penjelasan agar jama’ah dapat memaklumi.
Wallahu a’lam bish-shawab.