Rukyat, Transfer Imkan Rukyat, dan Makasid Syariah
Nusa Tenggara Barat – Seminar dan Sosialisasi kalender Hijriyah Global Terpadu yang dilaksanakan di Universitas Muhammadiyah Mataram memasuki sesi kedua. Dua pemateri tampil menjelaskan kepada para audiens, yaitu Prof. Tono Saksono, Ph.D dengan materi “Argumen Syar’i dan ‘Ilmi KHGT” dan Prof. Dr. Syamsul Anwar, M.A menjelaskan “Rukyat, Transfer Imkan Rukyat, dan Makasid Syariah”. Tono tidak setuju dengan rukyat yang digunakan untuk membangun sebuah kalender. Karena rukyat hanya bisa berlaku selama satu bulan. Sedangkan kalender jangka panjang hanya bisa dibuat menggunakan metode hisab. Rukyat menurut Tono adalah sebuah metode yang beradaptasi sesuai dengan kondisi pemahaman sains dan teknologi yang dimiliki umat Islam pada masa Rasulullah. Sedangkan umat Islam yang hidup pada abad ke-21 memiliki pemahaman sains dan teknologi yang lebih baik yang memungkinkan untuk menentukan karakteristik hilal meskipun hilal tidak tampak. “Maka Hisab dapat menggantikan rukyat karena hisab jauh lebih akurat” kata Tono. Tono juga menjelaskan tentang fase bulan dan kaitannya dengan rotasi bumi. Rotasi bumi adalah fenomena yang menimbulkan peristiwa siang dan malam. Perubahan ukuran fase bulan menurut Tono akan tetap berlangsung meskipun bumi tidak berputar pada porosnya. Perubahan fase bulan tersebut tetap terjadi selama bulan mengorbit bumi. Sehinga ketika hilal sudah ada secara global, namun di suatu tempat tidak terlihat, itu terjadi karena bumi berotasi yang menyebabkan hilal tidak terlihat di tempat tersebut. Namun bukan berarti hilal tidak ada. Inilah jawaban atas pertanyaan tentang tempat di daerah Timur yang hilal negatif Hilal tetapi sejatinya sudah ada secara global, bahkan lebih besar saat itu. Hilal negatif di suatu tempat terjadi karena dampak bumi berotasi. Tetapi wujud dan ukuran hilal tidak terpengaruh olehnya. KHGT adalah konsep yang sudah matang setelah melalui kajian yang cukup panjang. Sehingga, Tono meminta warga Muhammadiyah untuk tidak perlu risau dengan KHGT. Karena KHGT menjamin secara saintifik bahwa hilal sudah wujud dan ditrisbusikan ke seluruh wilayah bumi.
Selanjutnya, Syamsul menerangkan bahwa gagasan kalender Islam secara global sebenarnya sudah ada hampir satu abad lalu. Pertama kali diserukan oleh ahl hadis Mesir yang bernama Ahmad Muhammad Syakir pada tahun 1939. Setelah melalui diskusi dan pengkajian yang panjang, akhirnya pada tahun 2016 melalui Konferensi Internasional Penyatuan Kalender Hijriyah (Uluslararasi Hijrî Takvim Birliği Kongresi) didapatkan satu keputusan bersejarah tentang kalender Islam yang bersifat global unifikatif. Tidak hanya itu, parameter kalender tersebut juga berhasil dirumuskan di saat yang sama. Syamsul mengatakan bahwa kalender Islam yang akurat merupakan maqasid syariah. Karena dalam surat Yusuf:40, al-Bayyinah:5, dan at-taubah:36-37 terdapat penegasan tentang esensi agama yang benar (ad-dīn al-qayyim atau dīn al-qayyimah). Esensi dari agama yang benar menurut ayat tersebut adalah 1) Bertauhid kepada Allah, 2) menegakkan shalat, 3) membayar zakat, 4) mengikuti kalender yang akurat dengan bilangan 12 bulan tanpa interkalasi. “Dasar ayat-ayat tersebut menjelaskan bahwa keberadaan kalender Islam yang akurat dan bebas dari Interkalasi merupakan bagian dari maqashid syariah yang harus diwujudkan” kata syamsul. Maqashid syariah tentang kalender juga terdapat dalam hadis Nabi, yaitu hadis “Dari Abū Hurairah diriwayatkan] bahwa Nabi saw bersabda, “Puasa itu adalah pada hari seluruh kamu berpuasa, Idulfitri itu adalah pada hari seluruh kamu beridulfitri dan Iduladha itu adalah pada hari semua kamu beriduladha” [HR at-Tirmiżī, al-Baihaqī, ad-Dāraquṭnī, dan Abū Dāwūd]. Hadis ini menggunakan kata “kamu” yang merupakan kata ganti nama dalam bentuk jamak yang berarti mencakup seluruh umat Islam di seluruh muka bumi. Sehingga perintahnya adalah berpuasa, beridulfitri, dan beriduladha secara serentak di seluruh dunia. Dengan begitu sistem penanggalannya harus bersifat global dan unifikatif. Syamsul juga menjelaskan tentang transfer imkanurrukyat. Hadis “Berpuasalah kamu ketika terjadi rukyat dan beridulfitri ketika terjadi rukyat” secara umum memerintahkan agar berpuasa dan beridulfitri saat ada yang melihat hilal. Kemudian orang yang melihat hilal tersebut “ditransfer” ke daerah yang tidak melihatnya. Para ulama menyimpulkan bahwa di manapun hilal terlihat, maka seluruh kaum Muslimin wajib berpuasa termasuk bagi daerah yang belum melihat hilal karena hilal masih rendah ataupun di bawah ufuk. Pandangan ini juga disebut ittihad al-mathali’ (kesatuan matlak) yang sesuai untuk perumusan Kalender Islam Global.